Media Era Hindia Belanda Soroti Lebaran: Kebisingan, Pemborosan dan Ucapan Slamat Tahun Baru

Potret suasana perayaan Lebaran di masjid di Kwitang, Batavia, terbit di koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal
Potret suasana perayaan Lebaran di masjid di Kwitang, Batavia, terbit di koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 07-12-1937.(Sumber foto: delpher.nl)
0 Komentar

ORANG-orang Belanda yang tinggal di nusantara punya kesan yang sama tentang Hari Raya Lebaran.

Koran De Preanger-bode tanggal 22 Juli 1917 menyindir kebiasaan masyarakat yang menandai kedatangan Hari Raya Lebaran tersebut sebagai pemborosan.

Misionaris sekaligus etnolog dan linguis Belanda , C. Poensen, dalam seri tulisannya Brieven van een Desaman sepanjang tahun 1883 mencatat kebisingan di malam terakhir puasa sebelum Lebaran adalah lantunan doa serta tetabuhan yang diperdengarkan sepanjang malam, dikutip dari Soerabaijasch handelsblad, 21 Juli 1883).

Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan

Namun koran De Preanger-bode pada terbitannya tanggal 9 Januari 1902 mendeskripsikan keramaian malam menjelang Lebaran dengan tambahan petasan dan mercon yang bisa dibeli dengan mudah seharga 4 sen.

Lantunan doa dan tetabuhan pada malam hari masih sama, namun saat itu sudah ditambah dengan ingar-bingar kembang api, dentum petasan, dan mercon.

Kebiasaan menyalakan kembang api dan petasan tak jarang memakan korban.

Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 24 Desember 1903 memberitakan perayaan malam menjelang Lebaran dihebohkan dengan kebakaran besar yang terjadi malam hari. Beberapa rumah terbakar.

Bertahun-tahun berjalan, masyarakat merasa perlu untuk mewaspadai terjadinya kebakaran di malam menjelang Lebaran yang disebabkan petasan dan mercon, dikutip dari De Preanger-bode, 18 Mei 1923.

Orang-orang Eropa yang tinggal di nusantara sempat lama salah kaprah menyamakan Lebaran dengan perayaan tahun baru.

Koran De Preanger-bode tanggal 9 Januari 1902 yang menerbitkan tulisan seorang misionaris Belanda yang bernama Verhoeven tentang perayaan Lebaran menceritakan kewajiban orang-orang Eropa yang bekerja pada pemerintah yang wajib mengikuti perayaan Lebaran di kediaman bupati setempat.

Di kediaman bupati, semua kalangan berkumpul dan saling bersalaman dalam pertemuan tersebut. Orang-orang Eropa yang tak paham benar tentang makna Hari Raya Lebaran menyambut salam uluran tangan itu memberi selamat dengan ucapan, “Slamat tahun baru” yang dibalas senyuman.

Tak ada keberatan atau sanggahan atas ucapan balasan salam tersebut.

Baca Juga:Tom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan KemenperinPasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2

Hari Raya Lebaran bagi orang-orang Eropa yang tinggal di nusantara dianggap sebagai hari perayaan setelah satu bulan menjalankan ibadah puasa.

Masyarakat setempat menyebutnya “Garebeg poewasa,” yaitu hari raya di akhir puasa. Orang-orang terlihat bersuka cita dengan memakai pakaian yang lebih bagus dari hari-hari biasanya, membayar zakat yang dikumpulkan pada imam di masjid-masjid, nyekar di kuburan kerabatnya, serta saling berkunjung dengan membawa antaran makanan.

0 Komentar