Kisah Mistis Makam Gondowati Versi Warga Bumiharjo Magelang

Peziarah makam Gondowati atau BRAy Gondowati, istri selir ke-13 Sultan Hamengkubuwono II yang selalu berjuang
Peziarah makam Gondowati atau BRAy Gondowati, istri selir ke-13 Sultan Hamengkubuwono II yang selalu berjuang bersama laskar Gondho Wulung. (Eza)
0 Komentar

DESA Bumiharjo terletak di utara candi Borobudur kurang lebih 1,82 km. Kawasan candi Borobudur adalah saksi bisu pertempuran dahsyat pasukan Pangeran Diponegoro melawan Belanda.

Jejak-jejaknya tertulis dalam Babad Diponegoro dan sumber literatur Belanda. Sejumlah lokasi seperti Klangon, Tingal, dan Menoreh. Sebagian besar nama-nama Babad dan lokasi modern masih sama.

Dikatakan dalam Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX oleh A. Kardiyat Wiharyanto, perang Diponegoro berakibat kerugian bagi Belanda dalam bentuk tewasnya 15 ribu tentara yang terdiri dari 8 ribu orang Eropa dan 7 ribu serdadu pribumi.

Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan

Saat penelusuran keberadaan makam prajurit Pangeran Diponegoro. Makam kramat Gumuk, Dukuh Sodong Desa Bumiharjo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, terdapat makam kuno yang diyakini merupakan pasukan elit perempuan Mataram yang membantu pertempuran Pangeran Diponegoro melawan Belanda.

Warga setempat menyebutnya mbah Gondowati atau dikenal BRAy Gondowati, istri selir ke-13 Sultan Hamengkubuwono II pemimpin laskar Gondho Wulung.

“Mbah Gondowati Iku playon utowo nylametke diri, prajurit atau pejuang pas jaman Hamengkubuwono VIII (red. mbah Gondowati lari atau menyelamatkan diri, prajurit atau pejuang di era Hamengkubuwono VIII,” tutur Pak Wawi dari cerita para sesepuh jaman dulu.

Menurut para sesepuh, batu nisan Gondowati termasuk yang paling besar diantara makam-makam lain, dahulu nisannya terbuat dari kayu jati yang cukup tebal dan lebar serta bersusun-susun, diatasnya terdapat sebuah kendi dan ungkep.

Namun, tidak diketahui kapan pastinya, nisan tersebut berubah menjadi batu putih pahatan yang bentuk dan besarnya mirip nisan kayu semula, entah diganti oleh seseorang dan kendi berikut ungkepnya pun ikut hilang.

Dikabarkan budaya tutur warga setempat mbah Gondowati mempunyai hewan-hewan peliharaan seperti jangkrik, kuda, burung dara, burung pelatuk dan burung perkutut.

“Setiap malam Selasa kliwon sering terdengar suara “sawangan” burung dara di tengah malam berputar-putar diatas dusun. Suara jangkrik yang bisa terdengar dari jarak sekitar 1 kilometer dan bila ditelusuri berasal dari makam Mbah Gondowati jika didekati akan sayu-sayu semakin hilang,” ungkap Warjuni bercerita tentang pengalamannya mengikuti lomba merpati (Tomprang)

0 Komentar