BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, fenomena El Nino sudah berakhir. Indeks ENSO disebut berada pada kondisi Netral. Selanjutnya, BMKG memperkirakan, kondisi/ fase Netral ENSO berpeluang menuju La Nina mulai periode Agustus 2024. Perkiraan ini diklaim sejalan dengan proyeksi beberapa pusat iklim dunia.
Artinya, El Nino yang melanda RI dan memicu kekeringan serta suhu panas ekstrem di musim kemarau tahun 2023 akan digantikan La Nina. Yang diprediksi bakal masuk RI ketika sebagian wilayah mengalami puncak musim kemarau tahun 2024.
Sementara itu, BMKG mengingatkan adanya ancaman kekeringan di sejumlah wilayah Indonesia. Serta potensi masih terjadinya kondisi hari tanpa hujan berturut-turut, di sejumlah wilayah bahkan sudah level panjang dan ekstrem panjang.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
Lantas apa dampak fenomena El Nino dan La Nina di Indonesia?
Mengacu situs resmi BMKG, ENSO adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.
Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.
Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.
Sementara saat fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
Dan, ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.