Jejak Fort De Hersteller di Fort Hock Salatiga

Benteng Hock tahun 1925 kini Satlantas Polres Salatiga (Dinpersip Salatiga)
Benteng Hock tahun 1925 kini Satlantas Polres Salatiga (Dinpersip Salatiga)
0 Komentar

DEMI kelancaran transaksi dagang di Jawa, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) menghadirkan kantong garnisun di Salatiga. Alasannya tak lain karena perdikan atau wilayah kerajaan yang telah mandiri sejak ratusan tahun lalu ini terletak di tengah jalur lintas antara Semarang dan Surakarta (Mataram Islam).

Semarang memiliki pelabuhan besar untuk menyuplai dan mengirim kebutuhan dari/ ke Pulau Jawa, sedangkan Kerajaan Mataram Islam kala itu masih berada di Kartasura.

Pada tahun 1746, berdirilah Fort De Hersteller, sebuah benteng yang diambil namanya dari kapal yang dipergunakan Gustaaf Willem Barin van Imhoff untuk berlayar dari Belanda menuju Batavia tahun 1742.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Bangunan ini menjadi saksi bisu peran strategis Salatiga dalam mendukung aktivitas perdagangan di wilayah tersebut.

Belanda semakin mengintensifkan keberadaan pasukannya di Salatiga. Kota kecil ini, yang menjadi poros utama antara Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta, diberi julukan baru sebagai Kota Militer atau Kota Garnisun.

Di sinilah pusat kekuatan Belanda dalam mengamankan jalur perdagangan dan mempertahankan keamanan di wilayah Jawa.

Sempat terlantar lama, pada tahun 1814 Belanda memutuskan untuk menghancurkan benteng Fort de Hersteller dan memindahkannya di lokasi yang lebih strategis.

Benteng baru yang diberi nama sesuai nama arsiteknya itu disebut Benteng Hock atau Fort Hock.

Ketika Perang Diponegoro terjadi, telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pemerintah Belanda.

Akibatnya, Gubernur Jenderal van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (Cultuur Stelsel) di Hindia Belanda.

Baca Juga:Pernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju WashingtonPendukung Maccabi Tel Aviv Slogan Anti-Arab: Siapa Penyulut Amsterdam Rusuh?

Sistem tersebut memungkinkan pengusaha Belanda membeli tanah dan menanam komoditas perdagangan internasional.

Para pengusaha sukses kemudian membangun tempat tinggal lengkap dengan fasilitas. Salah satunya adalah pengusaha kaya Van Blommestein.

Pengusaha kaya tersebut juga memiliki perkebunan, dan mulai membangun rumah tinggal di Toentangscheweg (sekarang Jl. Diponegoro).

Van Blommenstein menugaskan arsitek Mr. Hock dalam membangun rumah tinggalnya di atas lahan seluas 20.000 m2.

Diketahui pada saat itu,Toentangscheweg merupakan kawasan Europeesche atau kawasan pemukiman Eropa.

Hal tersebut lantaran banyak warga kulit putih atau golongan kelas satu yang diketahui tinggal disana.

Dalam proses pembangunannya, Mr. Hock sangat mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan keindahan yang menjadi faktor utama.

0 Komentar