Misi Pinus Eropa Tutup Jejak Ribuan Tahun Zaitun Palestina Tuai Bencana

Kebakaran melanda wilayah sekitar Yerusalem, Israel, menyebabkan sejumlah akses jalan tertutup termasuk tol Ye
Kebakaran melanda wilayah sekitar Yerusalem, Israel, menyebabkan sejumlah akses jalan tertutup termasuk tol Yerusalem-Tel Aviv. (AFP)
0 Komentar

Di balik upaya penghijauan ini, terselip pula sebuah aspirasi, sebuah “mimpi Eropa”. Para imigran Zionis awal yang sebagian besar berasal dari Eropa, mendambakan lanskap yang familier, yang mengingatkan mereka pada hutan-hutan di benua asal mereka.

Keinginan untuk membuat padang gurun berbunga bukan hanya soal ekologi,tetapi juga tentang menciptakan rasa “rumah” dan secara visual mengubah lingkungan yang terasa asing.

Pilihan jenis pohon di kemudian hari, terutama dominasi pinus Eropa, tampaknya juga dipengaruhi oleh keinginan untuk mereplikasi estetika lanskap Eropa ini, sekaligus secara implisit menghapus atau meminggirkan vegetasi asli Palestina yang mungkin dianggap kurang menarik atau kurang modern.

Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat

Dengan demikian, terlihat jelas hubungan simbiosis antara akuisisi tanah dan aforestasi dalam strategi JNF. Keduanya bukanlah aktivitas yang terpisah, melainkan saling memperkuat.

Penanaman berfungsi sebagai justifikasi dan konsolidasi atas pohon tanah yang dibeli, menandai transformasi fisik wilayah tersebut di bawah kendali baru, menyediakan lapangan kerja dan sumber daya bagi permukiman baru, dan, seperti yang akan dibahas lebih lanjut, menjadi alat untuk menutupi jejak sejarah yang tidak diinginkan setelah tahun 1948.

Narasi “penghijauan” dan “kepedulian lingkungan” yang dibangun JNF sering kali menyamarkan fungsi politis ini: aforestasi sebagai instrumen penting dalam proyek kolonisasi dan pembentukan negara.

Penanaman Pinus Secara Massal

Dalam proyek aforestasi skala besar yang dijalankan JNF, satu spesies pohon mendominasi lanskap Israel selama beberapa dekade, yaitu Pinus Aleppo, atau secara lokal sering disebut Pinus Yerusalem (Pinus halepensis).

Spesies ini menjadi pilihan utama karena dianggap memiliki sejumlah keunggulan: pertumbuhannya relatif cepat, mampu bertahan dalam kondisi kering–meskipun klaim ini perlu dikaji lebih kritis dalam konteks monokultur skala besar–, dan dianggap cocok untuk ditanam secara massal di lahan-lahan marginal atau berbatu yang tidak ideal untuk pertanian.

JNF menanam jutaan pohon pinus tersebut, mengubah secara drastis perbukitan gundul menjadi hamparan hutan konifera. Hingga kini, Pinus halepensis masih menjadi pohon paling umum di hutan-hutan yang dikelola KKL-JNF.

Peran hutan pinus JNF menjadi semakin signifikan dan kontroversial setelah Peristiwa Nakba (malapetaka) pada tahun 1948, yang merujuk pada pengusiran massal ratusan ribu warga Palestina dari rumah dan tanah mereka selama perang Arab-Israel pertama.

0 Komentar