Menyoal Kenaikan Angka Perceraian di Pengadilan Negeri Salatiga

Yefri Bimusu, S.H., M.H.
Ketua Humas dan Juru Bicara Pengadilan Negeri Salatiga, Yefri Bimusu, S.H., M.H. (Foto: Derla Arfemintasya)
0 Komentar

KASUS perceraian marak terjadi di seluruh Indonesia dan bukan menjadi suatu hal yang tabu di Indonesia saat ini. Banyaknya faktor yang menjadi hambatan suatu pasangan untuk melanjutkan hubungannya, faktor seperti ekonomi, cekcok, kekerasan dan sebagainya menjadi sumber utama terjadi perceraian.

Perceraian ini merupakan kasus yang unik karena dipisah antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, dalam kasus perceraian dapat dilihat dari dimana nya pasangan disahkan menjadi pasangan suami istri sehingga jika terjadi perubahan agama oleh salah satu pasangan, harus tetap mengikuti akta nikah yang sudah dibuat sebelumnya.

“Pasal 1 Undang-Undang perkawinan bunyinya tiap-tiap perkawinan yang sah dilangsungkan menurut hukum agamanya masing-masing, jadi yang dilihat hukum agamanya seperti contoh hari ini si A ketemu dengan si B kawin karena islam ke KUA dicatat nikahnya di KUA maka cerainya harus di pengadilan agama, bukan dilihat dari agamanya yang sekarang, yang dilihat kawinnya yang dicatat. Non islam mengurus perceraiannya di pengadilan negeri” ungkap Yefri Bimusu, S.H., M.H. selaku Ketua Humas dan Juru Bicara Pengadilan Negeri Salatiga di ruang terbuka.

Baca Juga:Song Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar SuratPernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju Washington

Beberapa kasus di Salatiga mengenai perceraian untuk saat ini banyak dan dan mengalami penurunan dari tahun 2021 ke tahun 2023, ini merupakan hal positif jika mengalami suatu penurunan. Di tahun 2021 banyaknya angka perceraian di Salatiga sebanyak 50 orang, dan di tahun 2022 sebanyak 48 orang dan yang terakhir di tahun 2023 sebanyak 49 orang. (Sumber: Wawancara Yefri Bimusu Jubir PN Salatiga)

“Kalau 2024 kurang lebih sama, sampai bulan September ini kurang lebih 42, dan tahun ini pasti lebih mendekati 50an, mungkin pengaruh covid juga jadi mengalami penurunan pada saat itu karena ekonomi” ungkap Yefri Bimusu.

Dengan banyaknya tingkat perceraian yang di alami di PN Salatiga ini. Besarnya jumlah pasangan yang bercerai di Salatiga cukup banyak dan kasus perceraian ini paling banyak dihadiri secara verstek (diputus tanpa kehadiran para pihak-pihak).

“Presentasenya kebanyakan yang pihak lawannya tidak ada, misalnya penggugat itu suami, menggugat istri, istrinya itu udah balik pulang ke keluarganya jadi mereka tidak serumah lagi sebaliknya istri menggugat suami karena suaminya sudah bersama wanita lain itu paling banyak jadi kawin lari, jadi disini paling banyak verstek” ujar Ketua Humas Yefri Bimusu.

0 Komentar