TIM penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil sejumlah saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan kepada wartawan di Jakarta bahwa pemeriksaan berlangsung siang ini, Senin, 3 November 2025. “Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kepolisian Resor Cirebon Kota,” terangnya.
Budi juga menyebut sepuluh orang saksi yang diperiksa adalah; Panji Hadiwiguno selaku wiraswasta, Cendraningsih Rahayu Wibisono selaku Notaris/PPAT, Fitria Handayani selaku wiraswasta, Slamet Riyadi selaku wiraswasta, dan Abizar Bagas Patriama selaku wiraswasta.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Selanjutnya, Rachmat Subrata selaku wiraswasta, Rahmat Hidayat selaku swasta, Hendi Sutresna selaku swasta, Bintang Irianto selaku swasta, dan Mohamad Nasir selaku swasta.
Kasus ini sebelumnya telah menjerat dua anggota DPR periode 2019?”2024, yakni Heri Gunawan (Hergun) dari Partai Gerindra dan Satori (ST) dari Partai NasDem. KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka pada 7 Agustus 2025. Dugaan perkara berpusat pada penyalahgunaan dana CSR dan bantuan sosial yang disalurkan melalui yayasan yang dikelola masing-masing tersangka.
Dalam perkaranya, Hergun menugaskan tenaga ahli, sedangkan Satori menugaskan orang kepercayaannya untuk membuat dan mengajukan proposal bantuan sosial ke BI, OJK, dan mitra kerja Komisi XI DPR melalui yayasan yang mereka kelola.
Dalam penyelidikian, yayasan-yayasan yang dikelola oleh Hergun dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial. Keduanya diduga menyalahgunakan dana CSR dan bantuan sosial yang disalurkan melalui yayasan masing-masing.
Heri Gunawan menerima sekitar Rp15,86 miliar, sedangkan Satori menerima Rp12,52 miliar. Dana ini diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian tanah, bangunan, kendaraan, dan deposito.
KPK masih menelusuri aliran dana untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah kerugian negara lebih lanjut.
