DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menjadi sorotan setelah menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI, empat anggotanya, dan Sekretaris Jenderal KPU.
Kasus ini mencuat karena melibatkan pengadaan sewa pesawat jet pribadi yang dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Namun, keputusan DKPP dinilai masih kurang tegas.
Berikut lima poin penting dari kasus ini:
DKPP Menjatuhkan Sanksi “Peringatan Keras”
Dalam sidang etik, DKPP menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras kepada jajaran pimpinan KPU. Putusan ini muncul setelah ditemukan adanya pelanggaran etik dalam pengadaan pesawat jet pribadi yang digunakan untuk kegiatan di luar rencana awal.
2. Kuasa Hukum Pemohon Anggap Sanksi Terlalu Ringan
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Kuasa hukum pemohon, Ibnu Syamsu Hidayat, menilai keputusan DKPP terlalu lunak. Menurutnya, pelanggaran etik ini seharusnya dijatuhi hukuman lebih berat, seperti pemberhentian dari jabatan.
“Di amar putusannya hanya diberi sanksi peringatan keras. Itu sangat kurang,” ujar Ibnu.
3. Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan Pemborosan
Ibnu juga menyoroti penggunaan pesawat jet yang dianggap tidak mencerminkan prinsip efisiensi dan transparansi. Ia menyebut tindakan ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pemborosan anggaran publik.
4. Pelanggaran Serupa Disebut Sudah Berulang
Menurut Ibnu, sanksi peringatan keras tidak akan menimbulkan efek jera karena KPU sudah beberapa kali mendapat sanksi serupa sebelumnya.
“Kalau hanya peringatan keras, tidak ada efek jera. Mereka sudah beberapa kali mendapat peringatan keras sebelumnya,” ujarnya.
5. Dugaan Ketidakwajaran dalam Pengadaan Jet
Anggota majelis DKPP, Dewi Ratna Pitaloka, mengungkap bahwa penggunaan pesawat jet tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal pengadaan.
“Pesawat jet digunakan untuk menghadiri kegiatan yang tidak menuju daerah 3T, padahal itu tujuan awalnya,” jelasnya.
Lebih jauh, Dewi juga menyoroti kejanggalan waktu pengadaan:
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
- Kontrak dibuat 6 Januari 2024,
- Penggunaan dimulai 8 Januari 2024,
- Namun pengumuman pengadaan baru dilakukan 1 November 2024.
Ibnu mendesak DKPP untuk lebih berani memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum agar dugaan penyimpangan ini ditindaklanjuti. Ia menilai langkah itu penting untuk menjaga integritas lembaga penyelenggara pemilu.