Kedalamannya yang dangkal membuat kapal-kapal rentan terhadap ranjau, dan kedekatannya dengan daratan—khususnya Iran—membuat kapal-kapal juga rentan terhadap serangan rudal darat atau intersepsi oleh kapal patroli dan helikopter.
Selat ini sangat penting bagi perdagangan minyak global. Kapal tanker mengangkut sekitar 16,5 juta barel minyak mentah dan kondensat per hari dari Arab Saudi, Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Iran melalui selat ini pada tahun 2024, menurut data yang diperoleh. Selat ini juga sangat krusial bagi gas alam cair (LNG), di mana lebih dari seperlima atau sekitar 20%—25% dari pasar tujuan Timur Jauh dan Eropa —sebagian besar dari Qatar yang melewati selat ini pada periode yang sama.
Bisakah Iran Benar-benar Blokir Selat Hormuz?
Parlemen Iran telah meminta selat tersebut ditutup setelah AS menyerang. Keputusan akhir apa pun harus berasal dari Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Iran tidak memiliki wewenang hukum untuk memerintahkan penghentian lalu lintas di selat Hormuz karena aturan hukum default untuk selat maritim adalah lalu lintas yang tak bersalah tidak boleh dihambat. Jadi, Iran harus mencapainya dengan kekuatan atau ancaman kekuatan.
Jika angkatan lautnya mencoba menghalangi akses ke selat tersebut, kemungkinan besar akan menghadapi reaksi keras dari Armada Kelima AS dan angkatan laut Barat lainnya yang berpatroli di wilayah tersebut.
Namun, hal itu masih akan menyebabkan gangguan parah tanpa satu pun kapal perang Iran meninggalkan pelabuhan. Garis pantai Iran di selat Hormuz memberi Teheran berbagai opsi, mulai dari mengganggu kapal-kapal dengan kapal patroli kecil dan cepat, hingga tindakan ekstrem lainnya.
Termasuk menyerang kapal tanker dengan rudal dan drone, sehingga terlalu berbahaya bagi kapal komersial untuk melintasi selat tersebut.
Pasukan pimpinan AS di Laut Merah berusaha melindungi lalu lintas kapal di sana. Namun, jumlah kapal yang melintasi Laut Merah dan Teluk Aden turun sekitar 70% pada Juni dibandingkan dengan rata-rata tahun 2022 dan 2023, menurut Clarkson Research Services Ltd, unit pialang kapal terbesar di dunia.