An Autobiography as Told to Cindy Adams: Kisah yang Ditulis Atas Permintaan Bung Karno

Sukarno atau Bung Karno saat diwawancara oleh Cindy Adams. (Foto repro sampul belakang buku Bung Karno: Penyam
Sukarno atau Bung Karno saat diwawancara oleh Cindy Adams. (Foto repro sampul belakang buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams)
0 Komentar

Setelah kejadian tersebut, Sukano bertemu dengan Cindy Adams, seorang wartawati pada tahun 1961.

Cindy Adams datang ke Jakarta bersama suaminya, pelawak Joey Adamas yang memimpin Misi Kesenian Presiden Kennedy ke Asia Tenggara.

Sukarno menyebut perempuan Amerika itu adalah sosok yang riang dang rapi serta memiliki rasa humor yang tinggi.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Wawancara dengan Cindy menyenangkan sekali dan tidak menyakitkan hati. Tulisannya jujur dan dapat dipercaya sepenuhnya. Bahkan dia tampak menaruh simpati pada Indonesia dan persoalan-persoalan yang dihadapinya… dan, yang lebih dari itu, dia adalah penulis tercantik yang pernah ku temui, “ ungkap Sukarno dalam bukunya.

Tenyata di kesempatan lain, Howard Jones pernah kembali melontarkan lagi soal sejarah hidupnya. Sukarno kala itu menjawab, “Dengan satu syarat. Bahwa aku mengerjakannya dengan Cindy Adams.”

Dalam Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, Bung Karno menceritakan alasannya menulis biografi salah satunya menyadari bahwa usianya sudah tak muda lagi.

Dan begitulah waktu sudah datang. Kalau aku hendak menuliskan kisahku, aku harus melakukannya sekarang. Nanti mungkin aku tidak memiliki kesempatan. Aku tahu, orang ingin mengetahui selama Perang Dunia II apalah Sukarno seorang kolaborator Jepang atau bukan, Kukira hanya Sukarno yang dapat menerangkan periode dari kehidupannya itu dan karena itu dia bersedia menerangkannya

Dalam akhir bab Alasan Menulis Buku di Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno mengatakan.

Tetapi barangkali juga aku punya kewajiban menceritakan kisah ini kepada tanah airku, kepada bangsaku, kepada anak-anakku, dan kepada diriku sendiri. Karena kuminta padamu, pembaca, untuk mengingat bahwa lebih penting dari bahasa kata-kata yang tertulis dalam bahasa yang keluar dari lubuk hati.

Buku ini tidak ditulis untuk mendapatkan simpati atau meminta supaya setap orang suka kepadaku, Harapanku hanyalah agar dapat menambah pengertian yang lebih baik baik tentang Sukarno dan dengan itu menambah pengertian yang lebih baik terhadap Indonesia tercinta.

0 Komentar