Bagaimana Dampak Purbaya Geser Rp200 Triliun Dana Pemerintah ke Himpunan Bank Negara?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Dok. Biropres)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Dok. Biropres)
0 Komentar

Selain itu, percepatan belanja strategis juga mendesak dilakukan agar likuiditas tidak mandek. Ia menekankan pentingnya menjaga dana transfer daerah tetap utuh. Jika dipotong, daerah hanya bisa menjalankan pelayanan dasar tanpa kemampuan mendorong ekonomi lokal. “Kalau daerah tumbuh dengan baik, ekonomi bisa tumbuh dengan baik juga,” tegasnya.

Dari sisi penerimaan, Eko menolak kebijakan yang terus menyasar wajib pajak patuh. Ia menekankan perlunya memperluas basis pajak, bukan mengusik yang sudah membayar. Pemerintah juga didorong memperkuat program peningkatan keterampilan tenaga kerja. Tujuannya agar pelaku sektor riil berani memanfaatkan kredit, punya modal, dan bisa meningkatkan produktivitas. Tanpa itu, tambahan likuiditas akan tetap menganggur.

Baginya, strategi memindahkan dana Rp200 triliun ke bank umum baru akan efektif jika usaha di Indonesia dipastikan mudah dan murah. Dengan demikian, kredit bisa mengalir deras ke sektor riil, dan fiskal serta moneter benar-benar selaras untuk mendorong pertumbuhan.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Ekonom Paramadina, Wijayanto Samirin, memberikan catatan berbeda. Ia menyoroti kondisi perbankan yang sebenarnya sudah kelebihan likuiditas akibat rendahnya pertumbuhan kredit. Dunia usaha enggan ekspansi karena situasi ekonomi belum kondusif. Dalam keadaan seperti itu, menambah dana ke bank tanpa memperbaiki sisi permintaan hanya membuat penyaluran kredit tetap lesu.

“Mengguyur dengan likuiditas, tanpa memperbaiki sisi demand atau menstimulasi ekspansi ekonomi, tidak akan membantu,” ujarnya.

Data per Juli 2025 menunjukkan rasio alat likuid terhadap dana non-inti (AL/NCD) mencapai 119,43 persen, jauh di atas batas minimal 50 persen. Sementara rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) berada di level 27,09 persen, jauh di atas ambang minimal 10 persen.

Angka itu menandakan bank punya cadangan kas lebih dari cukup. Sementara LDR tercatat 86,54 persen, menunjukkan bank masih punya ruang menyalurkan kredit lebih banyak.

Dengan kondisi ini, Wijayanto menilai skenario realistis yang akan dilakukan bank adalah menggunakan dana Rp200 triliun tersebut untuk refinancingkredit yang sudah ada. Setelah itu, hasilnya dialihkan ke pembelian SBN atau SRBI yang menawarkan bunga sekitar 6 persen, lebih tinggi daripada bunga dana pemerintah yang hanya 4 persen.

0 Komentar