Bagaimana Dampak Purbaya Geser Rp200 Triliun Dana Pemerintah ke Himpunan Bank Negara?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Dok. Biropres)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Dok. Biropres)
0 Komentar

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Eko Listyanto, menilai bahwa ide untuk menginjeksi likuiditas memang sejalan dengan ambisi pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di bawah kepemimpinan menteri keuangan baru.

Namun, ia mewanti-wanti bahwa target pertumbuhan delapan persen hanya bisa dicapai jika kebijakan fiskal dan moneter sama-sama bekerja mendorong sektor riil. “Ujungnya nanti ada di sektor riil. Menggeliatnya sektor riil itulah yang akan menjadi PDB,” ujarnya dalam diskusi yang digelar INDEF, Kamis (11/9/2025).

Menurutnya, rencana penarikan dana pemerintah di Bank Indonesia untuk ditempatkan di bank umum memang bisa menambah likuiditas. Apalagi Bank Indonesia juga cukup agresif menurunkan suku bunga dalam beberapa bulan terakhir. Kombinasi itu secara teori membuat arah kebijakan fiskal dan moneter sama-sama pro growth.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Tetapi Eko menegaskan, tambahan likuiditas harus benar-benar terserap di sektor riil. Tanpa kepastian itu, ekonomi tidak akan tumbuh sesuai ekspektasi.

Eko menyoroti adanya masalah mendasar berupa banyaknya kredit menganggur.

Undisbursed loan di perbankan masih tinggi, menurutnya, menandakan kredit yang sudah disetujui tidak diambil debitur. “Itu artinya bank pada hari ini juga lagi mencari siapa yang mau pinjam. Padahal mereka punya kewajiban membayar bunga kepada para penabung,” katanya.

Dus, dalam kondisi ini, sekadar mengalirkan Rp200 triliun dari rekening pemerintah ke bank umum tidak cukup menjawab tantangan pertumbuhan. Ia menambahkan, nilai Rp200 triliun terbilang kecil jika dibanding total dana yang dikelola perbankan, lebih dari Rp8.000 triliun.

Efeknya baru terasa bila dibarengi reformasi sektoral seperti deregulasi, pemberantasan pungutan liar, kemudahan akses pasar, hingga penyediaan kredit murah. Tanpa langkah-langkah tersebut, pergeseran dana hanya akan menjadi perpindahan rekening belaka.

Eko juga mengingatkan soal strategi pengelolaan APBN. Efisiensi penting untuk memastikan belanja negara optimal, tetapi jangan sampai memangkas ruang hidup sektor usaha. Ia mencontohkan alokasi untuk program MBG sebesar Rp335 triliun yang masih seret realisasi, baru Rp15 triliun terserap.

Menurutnya, hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah tepat menyediakan anggaran jumbo jika penyerapan rendah dan bahkan muncul ribuan kasus keracunan di lapangan?

0 Komentar