Akan Dibawa Kemana Ekonomi Indonesia di Tangan Purbaya?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Dok. Biropres)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Dok. Biropres)
0 Komentar

Di sinilah Purbaya tampak lebih cocok. Gaya pragmatisnya sejalan dengan kebutuhan pemerintah yang ingin bergerak cepat.

Saya membayangkan Purbaya duduk bersama timnya, menimbang data inflasi, lalu memutuskan kebijakan yang langsung menyentuh harga beras atau bahan bakar. Kecepatan dan fleksibilitas menjadi kunci.

Sementara itu, Sri Mulyani memang punya keunggulan besar dalam reformasi perpajakan dan pengelolaan utang. Namun, Saya merasa tantangan sekarang berbeda.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Dunia menghadapi krisis iklim, disrupsi teknologi, dan ketegangan geopolitik. Semua ini butuh pemimpin ekonomi yang tidak sekadar disiplin, tapi juga mampu beradaptasi dengan cepat.

Saya teringat kembali pada tulisan Dani Rodrik tentang pentingnya konteks nasional. Ia menulis bahwa kebijakan ekonomi yang berhasil di satu tempat bisa gagal di tempat lain jika tidak sesuai kondisi lokal. Purbaya, dengan latar belakang yang campuran antara teknik dan ekonomi, mungkin lebih peka terhadap kebutuhan semacam ini.

Pilihan Prabowo sebenarnya sederhana: ia butuh menteri yang bisa menerjemahkan visinya dengan cepat dan tepat. Sri Mulyani unggul dalam menjaga reputasi global, tetapi Purbaya tampak lebih siap untuk bermain di lapangan domestik yang keras. Keputusan Prabowo melantik Purbaya bukan sekadar reshuffle, melainkan strategi politik-ekonomi.

Saya menutup catatannya dengan satu pemikiran: pergantian dari Sri Mulyani ke Purbaya adalah cermin bahwa ekonomi selalu bergerak sesuai kebutuhan zaman. Sri Mulyani memberi fondasi kokoh lewat reformasi fiskal, sedangkan Purbaya menawarkan keluwesan pragmatis untuk menjawab tantangan baru. Keduanya penting, namun sejarah memilih siapa yang relevan pada masanya.

Bagi Indonesia, tantangannya bukan sekadar memilih mazhab, melainkan bagaimana menjaga keseimbangan antara disiplin dan fleksibilitas. Saya percaya, keberhasilan Purbaya akan ditentukan oleh kemampuannya menyeimbangkan stabilitas dengan pertumbuhan inklusif. Jika ia berhasil, maka Indonesia bisa berjalan lebih mantap di tengah dunia yang penuh gejolak.

Seperti kata seorang ekonom tua yang pernah saya temui di perpustakaan kampus: “Ekonomi bukan tentang angka semata, melainkan tentang manusia yang hidup di balik angka itu.” Dengan bekal pragmatisme, mungkin Purbaya bisa membawa ekonomi Indonesia lebih dekat ke rakyatnya.

0 Komentar