Waketum PAN Viva Yiga: Jika Dibilang Budaya Politik Kerajaan Kurang Tepat, Indonesia Dipengaruhi Local Wisdom

Viva Yoga Mauladi (Waketum PAN). Sumber Foto: Instagram @vivayogamauladi
Viva Yoga Mauladi (Waketum PAN). Sumber Foto: Instagram @vivayogamauladi
0 Komentar

MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebutkan budaya politik Indonesia seperti kerajaan atau monarki meski bentuk pemerintahannya republik. Waketum PAN Viva Yoga Mauladi mengaku tak setuju.

“Menurut saya itu soal cara tafsir dan cara pandang dalam memahami perilaku politik masyarakat. Budaya politik kita ini budaya penuh dengan adab dan ketimuran, bukan kebaratan. Budaya abad ketimuran itu ya sesuai dengan budaya Indonesia, tepo seliro, gotong royong, menghargai nilai kekeluargaan, kekerabatan, jadi budaya bangsa seperti itu masuk pada wilayah politik, kemudian menjadi budaya politik,” kata Viva kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

“Kalau kemudian dibilang budaya politik kerajaan ya kurang tepat karena budaya politik itu merujuk kepada konstitusi dan peraturan perundang-undangan,” tambahnya.

Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes

Viva memandang bahwa pernyataan Jimly itu hanya sebuah cara pandang saja. Dia menegaskan bahwa budaya di Indonesia yakni gotong royong hingga sopan santun.

“Tapi ada local wisdom, sebagai nilai budaya yang bisa dikembangkan untuk membedakan antara budaya politik Indonesia dengan budaya politik barat misalnya. Tetapi itu hanya berbeda dalam cara pandang, cara tafsir di dalam melihat realitas politik yang terjadi,” katanya.

Lebih lanjut, Viva juga memandang bahwa budaya politik Indonesia juga perlu terus dikembangkan. Dia memandang budaya itu memang tak luput dari kerajaan jaman dahulu.

“Kalau menurut saya budaya politik Indonesia lebih dipengaruhi oleh local wisdom yang berasal dari nilai-nilai luhur bangsa, gotong royong, sopan santun, yang terkadang terkikis dan patut kita kembang tumbuhkan lagi agar budaya-budaya itu bisa berkembang,” katanya.

“Tapi kalau kemudian budaya kerajaan itu kan sesuai dengan petuah-petuah dari sultan atau raja. Nah dengan adanya undang-undang dan konstitusi, itu kan dalam negara berdemokrasi sebagai pembatas kewenangan peran dan fungsi dari pemimpin politik, jadi menurut saya itu perbedaan tafsir dan cara pandang dalam sosial dan politik,” tambahnya.

Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik. Namun, menurut dia, budaya politik yang terlihat hari ini cenderung menerapkan sistem monarki atau kerajaan.

0 Komentar