Sepekan 2 Kasus Viral di Medsos Ibu Cabuli Anaknya Sendiri, Begini Tanggapan Kementerian PPPA

undefined
undefined
0 Komentar

DALAM sepekan, ada dua kasus viral yang ramai disorot di media sosial terkait video para ibu mencabuli anaknya sendiri. Kedua kasus ini terjadi di Bekasi dan Tangerang Selatan.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) perlu ada pendalaman lebih lanjut apakah pihak ibu sepenuhnya bisa disalahkan, terlebih informasi terbaru menyebut yang bersangkutan semula ditipu untuk berani melakukan aksi pencabulan dengan iming-iming hadiah Rp 15 juta.

“Tentunya peristiwa ini menimbulkan rasa shock dan menjadi pertanyaan bagi banyak pihak, mengapa ada orangtua yang tega melakukan pencabulan ke anak kandungnya. Namun, ada banyak sekali faktor yang melatarbelakangi aksi tersebut, mulai dari desakan ekonomi, masalah kecanduan (seperti alkohol, narkoba, pornografi), kekerasan dalam rumah tangga, hingga gangguan jiwa yang diidap orangtua,” beber Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, dalam keterangan tertulis, Senin (10/6/2024).

Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama

“Namun tentunya dalam penanganan kasus ini perlu pendalaman yang lebih komprehesif sehingga pembuktian hukum kepada pemilik akun facebook IS bisa terungkap secara terang benderang dan memberikan sanksi hukum kepada akun tersebut. Selain itu, berdasarkan aturan DP2AP3KB Kota Tangerang Selatan juga wajib memberikan pendampingan baik terhadap ibu R (22) dan anaknya sebagai korban,” ujar Ratna.

Menurutnya, mengacu pasal 48 KUHP seseorang yang melakukan tindak pidana dengan daya paksa, tidak bisa dipidana. Oleh karena itu penyidik harus menemukan pemilik akun Facebook IS untuk memastikan ada atau tidak daya paksa tersebut.

“Dalam konteks yang lebih luas sebuah sindikasi eksploitasi seksual anak sebagai kejahatan yang terorganisir acap kali melakukan berbagai tipu muslihat, ancaman dan kekerasan agar seseorang melakukan kejahatan seksual pada anak. Eksploitasi seksual anak ini merupakan kejahatan bukan saja menjadikan anak sebagai objek seksual, tetapi ada motif lain yaitu mendapatkan keuntungan uang yang luar biasa. Jika dalam hasil penyidikan terbukti ibu R merupakan korban dari sindikat kejahatan seksual anak, sehingga posisinya tidak bisa ditempatkan sebagai pelaku tetapi sebagai korban,” ungkap Ratna.

Ratna mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap hari kian meningkat dan penanganannya kurang maksimal antara lain sumber daya manusia (SDM) dan anggaran yang terbatas.

0 Komentar