Polemik Tabungan Perumahan Rakyat: Belajar Sengkarut Kebijakan Belanda hingga Orde Baru

Foto pelantikan pengurus KORPRI Sub Unit Itjen Deppen, 11 Februari 1993. (IPPHOS/Khastara Perpustakaan Nasiona
Foto pelantikan pengurus KORPRI Sub Unit Itjen Deppen, 11 Februari 1993. (IPPHOS/Khastara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia).
0 Komentar

Secara kelembagaan, urusan perumahan ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat khususnya di Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan.

Sejarah Kebijakan Sektor Perumahan Indonesia

Awalnya pada 1924, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Peraturan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Burgelijk Woning Regeling atau disebut dengan BWR.

Kemudian pada 1925-1930, Pemerintah Hindia Belanda bersipa untuk menyediakan permukiman yang layak kepada orang-orang Belanda dan Eropa yang makin banyak datang ke Hindia Belanda.

Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama

Selanjutnya pada 1945 atau Era Orde Lama Soekarno, Departemen Pekerjaan Umum terbentuk, yang salah satu tugas dan fungsinya adalah melakukan pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung. Namun, karena kondisi negara sedang tidak aman dan tidak stabil saat itu, maka dampak pembangunan perumahan belum terasa oleh masyarakat.

Empat tahun kemudian, Stadsvorming Ordonantie (SVO) atau Undang-undang Pembentukan Kota ditetapkan, mendasari pembangunan Kebayoran Baru, pelopor pembangunan perumahan Indonesia.

Satu tahun selanjutnya, Penyelenggaraan Kongres Perumahan Sehat pertama dilaksanakan, tanggal 25-30 Agustus 1950 di Bandung. Kongres ini menjadi tonggak sejarah perumahan di Indonesia dan tanggal 25 Agustus diperingati sebagai Hari Perumahan Nasional (Hapernas).

Tak lama setelah itu, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) didirikan sebagai lembaga pembiayaan perumahan.

Kemudian, Djawatan Perumahan Rakyat dibentuk sebagai lembaga pembangunan perumahan, bagian dari Departemen Pekerjaan Umum.

Pemerintah semakin giat dengan membentuk LPMB (Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan) untuk menangani masalah perumahan, khususnya dalam penelitian guna mencari solusi pengembangan rumah murah. Lembaga ini kemudian mendapat bantuan dari PBB.

Pada 1958, UU Darurat Nomor 3 tahun 1958 terbit, di mana urusan perumahan menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial. Kementerian Sosial mendirikan Kantor Pusat Urusan Perumahan.

Baca Juga:Direktur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur HukumBenda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?

Pada 1960, terbit Ketetapan MPR No. II/1960. Pemerintah berusaha memecahkan masalah pengadaan perumahan dengan beberapa ketentuan pokok, seperti bidang perumahan hendaknya diusahakan pembangunan rumah-rumah sehat, nikmat, tahan lama, murah harga dan murah sewanya, serta memenuhi syarat-syarat kesusilaan. 

Selain itu, bantuan untuk pembangunan perumahan hendaknya disalurkan melalui berbagai jalan yang mudah. 

Dua tahun berikutnya, Undang-Undang Pokok Perumahan Nomor 6 tahun 1962 diterbitkan. Namun karena tidak berjalan dengan baik diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1963.

0 Komentar