Kacang Jodoh Herapo-rapo Tradisi Masyarakat Wangi-Wangi Bulan Ramadan di Wakatobi

Kacang Jodoh Herapo-rapo Tradisi Masyarakat Wangi-Wangi Bulan Ramadan di Wakatobi
Dua orang gadis menjual kacang di depan rumah mereka yang berada di pinggir jalan menggunakan meja kecil yang diterangi beberapa buah lilin. Foto: Dokumentasi Kemenparekraf.
0 Komentar

Faktanya, berjualan Kacang Jodoh lebih kepada ajang silaturahmi antarwarga dari penjuru desa. Menurut seorang warga, Kacang Jodoh dahulu bukan dilakukan para gadis, melainkan ibu-ibu rumah tangga yang digelar pascapanen.

Meskipun tradisi itu masih dijaga sampai sekarang, pemerannya kini berganti dengan para gadis belia. Karena banyaknya gadis belia yang berjualan kacang dan pembelinya adalah laki-laki lajang, tak ayal beberapa dari mereka saling berkenalan, terpikat, hingga menjalin hubungan ke jenjang pernikahan setelah Hari Raya Idulfitri.

Pundi Rupiah dalam Tradisi Kacang Jodoh

Tradisi Kacang Jodoh juga dimanfaatkan warga setempat sebagai lahan mencari pundi-pundi rupiah.

Baca Juga:Kota Semarang Dikepung Banjir Jalur Pantura Menuju Surabaya Lumpuh TotalKPK Usut Kasus Dugaan Korupsi PT Hutama Karya Proyek Pengadaan Lahan Jalan Tol Trans Sumatera 2018-2020

Kacang Jodoh dijual dengan harga hanya Rp 1.000 per bungkus. Dalam sebungkus jumlahnya bervariasi, ada yang 15 butir, 10 butir, bahkan 8 butir saja. Dalam semalam kacang yang mereka jual bisa mencapai 2 sampai 3 liter, berupa kacang tanah yang disangrai.

Banyaknya pembeli membuat keuntungan berjualan kacang mampu mencapai sebesar Rp 80 ribu atau bahkan sampai Rp 100 ribu per malam.

 

0 Komentar