Kacang Jodoh Herapo-rapo Tradisi Masyarakat Wangi-Wangi Bulan Ramadan di Wakatobi

Kacang Jodoh Herapo-rapo Tradisi Masyarakat Wangi-Wangi Bulan Ramadan di Wakatobi
Dua orang gadis menjual kacang di depan rumah mereka yang berada di pinggir jalan menggunakan meja kecil yang diterangi beberapa buah lilin. Foto: Dokumentasi Kemenparekraf.
0 Komentar

WAKATOBI dikenal wisatawan sebagai surga bawah laut yang begitu indah. Destinasi wisata yang ada di Sulawesi Tenggara ini menyimpan beragam keindahan biota laut sebagai pusat segitiga karang dunia. Setidaknya terdapat 942 jenis ikan dan 750 spesies terumbu karang.

Karena itu, tidak heran jika Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menjadikan Wakatobi sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Prioritas. Hal ini diharapkan mampu membangkitkan ekonomi, khususnya sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, membuka peluang investasi guna menghadirkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat.

“Untuk Kabupaten Wakatobi, jika melihat realisasi investasi nasional memang berdampak cukup baik. Karena itu realisasi investasi di sektor pariwisata harus semakin ditingkatkan, karena wilayah Wakatobi memiliki alam yang indah serta kekayaan laut yang luar biasa,” ujar Sandiaga.

Baca Juga:Kota Semarang Dikepung Banjir Jalur Pantura Menuju Surabaya Lumpuh TotalKPK Usut Kasus Dugaan Korupsi PT Hutama Karya Proyek Pengadaan Lahan Jalan Tol Trans Sumatera 2018-2020

Selain kekayaan alamnya, Wakatobi juga memiliki tradisi unik yang berlangsung pada setiap Ramadan. Tradisi tersebut bernama Herapo-rapo atau masyarakat menyebutnya pula sebagai tradisi Kacang Jodoh.

Unik sekali, bukan? Seperti apakah tradisi Kacang Jodoh ini?

Kacang Jodoh atau Herapo-rapo merupakan tradisi yang telah digeluti masyarakat sejak berpuluh-puluh tahun lamanya, khususnya masyarakat Wangi-Wangi. Tradisi unik ini merupakan warisan nenek moyang dan dilakukan secara turun-temurun.

Dalam tradisi ini, sekelompok gadis menjual kacang di depan rumah mereka yang berada di pinggir jalan, atau tempat-tempat yang dianggap strategis untuk didatangi para pembeli.

Para pembeli kebanyakan laki-laki lajang yang datang dari desa sebelah, seperti Desa Wandoka, Waetuno, Sombu, Waha, Tindo, dan Patuno.

Uniknya lagi, momen ini hanya bisa dijumpai pada saat bulan suci Ramadan. Transaksi Kacang Jodoh dilakukan setelah selesai salat tarawih sekitar pukul 20.00 WITA.

Pada saat menjajakan atau berjualan kacang di depan rumah, biasanya para gadis ini hanya menggunakan meja kecil yang diterangi beberapa buah lilin, kemudian duduk manis menunggu.

Tak lama, mereka akan didatangi para pembeli dari berbagai penjuru desa yang didominasi kaum pria.

Fakta dan Mitos Tradisi Kacang Jodoh

Seorang laki-laki lajang

Baca Juga:Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat Ungkap China Gunakan TikTok Pengaruhi Pemilu AS 2024NASA Kembangkan Hijab Khusus Astronout, Nora Al Matrooshi: Perempuan Pertama Arab Misi Luar Angkasa

Sebenarnya Kacang Jodoh bukan seperti namanya bahwa tradisi tersebut diperuntukkan benar-benar untuk mencari jodoh, meskipun konon ada yang mendapatkan jodoh karena tradisi ini.

0 Komentar