Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Alami Stagnasi, Ini Penyebabnya

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Alami Stagnasi, Ini Penyebabnya
Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko dalam Peluncuran Corruption Perceptions Index 2022, Jakarta Pusat.
0 Komentar

TRANSPARENCY International Indonesia (TII) mengumumkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia untuk tahun 2023 stagnan di angka 34. Hal ini menunjukkan tidak adanya perubahan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Skala IPK yang bergerak dari 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) menegaskan posisi Indonesia yang masih menghadapi tantangan besar dalam pemberantasan korupsi.

Dilihat dari situs Transparency International, Selasa (30/1/2024), Indonesia berada di peringkat ke-115 bersama Ekuador, Malawi, Filipina, Sri Lanka, dan Turki. Negara-negara itu mendapat skor CPI 34. Posisi Indonesia dan Malawi sama-sama tak berubah jika dibanding tahun lalu.

“Kita stagnan secara skor,” kata Deputi Transparansi Internasional Indonesia, Wawan Suyatmiko, dalam konferensi pers di Jakarta.

Baca Juga:LSI Denny JA: 84% Publik Inginkan Pilpres 2024 Satu Putaran, Political Weather Station Ungkap 3 Alasan UtamaBenarkah Rockefeller Foundation yang Berdiri Sejak 1913 Jadi Pemicu Covid-19?

IPK atau CPI ini dihitung oleh Transparency International dengan skala 0-100, yaitu 0 artinya paling korupsi, sedangkan 100 berarti paling bersih. Total negara yang dihitung IPK atau CPI adalah 180 negara.

Ada sejumlah hal yang dinilai dalam IPK ini, dari kemudahan berbisnis, politik, hingga hukum.

Secara keseluruhan, Denmark menjadi negara dengan skor CPI tertinggi. Negara itu memiliki skor CPI 90.

Penyebab Skor IPK Indonesia Stagnan

Skor IPK Indonesia stagnan dari tahun 2022 dengan skor 34. Sedangkan jika berdasarkan rangking, Indonesia merosot dari rangking 110 ke 115.

“Di tahun 2022 kita 34, di tahun 2023 kita 34. Rankingnya merosot 5 poin dari yang tadi 110 menjadi 115,” ujar Wawan.

“Meskipun kami secara kelembagaan kami jarang sekali menggunakan ranking sebagai indikator, tetapi ini penting untuk kita ketahui bersama bahwa ini menjadi catatan dengan skor yang stagnan ranking bisa turun berarti menjadi satu pertanda buruk,” sambungnya.

Wawan menjelaskan skor 34 ini berasal dari 8 sumber data. Empat sumber data mengalami stagnasi, yakni Global Insight, World Justice Project-Rule of Law Index, PERC Asia Risk Guide, dan Economist Intelligence Unit.

Baca Juga:Fakta-Fakta Kontroversial Dharma Pongrekun: Konspirasi COVID-19, Permainan Farmasi Menyesatkan dan Vaksin BerhalaKomjen Dharma Pongrekun Ungkit WHO Pandemic Treaty, Apa Artinya?

“Tiga sumber data mengalami kenaikan yakni Bertelsmann Transformation Index (+3), IMD World Competitiveness Yearbook (+1) dan Varieties of Democracy Project (VDem) (+1). Satu sumber data mengalami penurunan dibanding temuan tahun sebelumnya, yaitu PRS yang merosot 3 poin,” katanya.

Wawan mengatakan dari indikator yang berbasis ekonomi, investasi dan bisnis sebenarnya Indonesia ramah akan pebisnis. Namun, fokus terhadap penegakan hukum dan demokrasi masih menjadi momok bagi permasalahan korupsi di Indonesia. Jadi, korupsi di sektor politik menjadi penyebab skor Indonesia masih 34.

0 Komentar