ICW: 7 Persoalan Disinyalir Jadi Faktor Melemahnya Indeks Persepsi Korupsi

ICW: 7 Persoalan Disinyalir Jadi Faktor Melemahnya Indeks Persepsi Korupsi
Anggota Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. (Foto: IST)
0 Komentar

Akibatnya, para terpidana korupsi dapat lebih cepat menjalani masa pemidanaan, seperti Pinangki Sirna Malasari, Wahyu Setiawan, atau Nur Alam. Sedangkan KUHP, hukuman penjaranya justru lebih ringan ketimbang UU Tipikor.

Keempat, komitmen pemberantasan korupsi dari aparat penegak hukum semakin rendah. Sebut saja KPK, di mana tahun 2023 menjadi periode terburuk sepanjang sejarah karena Ketua KPK, Firli Bahuri, ditetapkan sebagai Tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi oleh Polda Metro Jaya.

Belum lagi ditambah problematika internal, baik dugaan pelanggaran kode etik maupun korupsi berjamaah puluhan pegawai KPK di rumah tahanannya sendiri. Selain itu, kepolisian dan kejaksaan juga memperlihatkan gejala yang hampir serupa.

Baca Juga:TPN Ganjar-Mahfud Laporkan Sejumlah Temuan Soal Kasus Aiman Witjaksono ke Ombudsman RIAiman Witjaksono Laporkan Penyidik Polda Metro Jaya ke Divpropam Polri dan Komnas HAM Hari Kamis

Betapa tidak, beberapa bulan lalu dua lembaga penegak hukum itu kompak menunda proses hukum yang melibatkan peserta pemilu karena khawatir dipolitisasi. Argumentasi ini jelas menunjukkan sikap yang tidak pro terhadap pemberantasan korupsi.

Kelima, lembaga kekuasaan kehakiman masih belum berorientasi pada pemberian efek jera saat menjatuhkan hukuman terhadap pelaku korupsi. Sepanjang tahun 2023, ada beberapa putusan janggal yang dihasilkan oleh Mahkamah Agung (MA). Misalnya, mantan Hakim Agung, Gazalba Saleh, divonis bebas pada tingkat kasasi. Selain itu, ada pengusaha kelapa sawit, Surya Darmadi, yang kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar Rp 39,75 triliun dihapus oleh MA. Sebenarnya, rendahnya vonis pengadilan ini bukan hal mengejutkan lagi. Merujuk pada data ICW, rata-rata hukuman terdakwa korupsi sepanjang tahun 2022 hanya 3 tahun 4 bulan penjara.

Keenam, di penghujung kepemimpinan Presiden Jokowi, praktik lancung berupa konflik kepentingan pejabat publik bukan hanya ditolerir, tapi seakan dianjurkan. Kepada anggota kabinetnya sendiri saja, ia justru mengambil kebijakan yang memungkinkan menteri-menterinya turut serta pada Pemilu 2024 tanpa harus mengundurkan diri.

Teranyar, ia malah menegaskan bahwa dirinya dan menteri boleh berkampanye dan berpihak dalam kontestasi elektoral. Kondisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh berbeda. Dari pemantauan ICW mulai dari November 2022 – September 2023, ditemukan bahwa sedikitnya 142 dari 263 instrumen pengawas di BUMN terindikasi rangkap jabatan. Sebagaimana diketahui rangkap jabatan merupakan salah satu bentuk nyata dari konflik kepentingan.

0 Komentar