Dari Freeport ke Bakrie Kembali ke Freeport, Papa Minta Saham hingga Pujian Bahlil pada Jokowi

Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo meninjau Tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) d
Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo meninjau Tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika pada Kamis, 1 September 2022. Di Grasberg, Presiden dan Ibu Iriana mengunjungi Museum Bunaken untuk mendapatkan penjelasan tentang sejarah pertambangan PTFI. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)
0 Komentar

Skandal ini sempat menghebohkan dan disebut sebagai kasus “papa minta saham” sebagai plesetan dari penipuan bermodus permintaan pulsa melalui pesan singkat yang ngetop disebut “mama minta pulsa”.

Sidang MKD akhirnya memutuskan Setya Novanto melanggar etik dalam pertemuan dengan pimpinan PTFI tersebut, dan menjatuhkan sanksi pencopotannya sebagai Ketua DPR pada 15 Desember 2015 dan pada hari yang sama, pimpinan Partai Golkar tersebut mengundurkan diri dari jabatannya.

Kasus ini sempat ditangani Kejaksaan Agung, namun kemudian dihentikan. Setya sendiri harus masuk penjara karena kasus korupsi e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Ia dihukum 15 tahun pada April 2018 karena terbukti korupsi.

Jokowi Beli Saham Freeport Tidak Sia-sia

Baca Juga:Benda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RAT

Menteri investasi Bahlil mengatakan, pada era sebelum 2018-2019, Indonesia hanya menguasai 10 persen saham Freeport. Namun, Presiden Jokowi berupaya mengambil sebagian saham-saham perusahaan asing yang mengelola kekayaan Indonesia. Karena itu, kata Bahlil, pembicaraan luar biasa tentang Freeport terjadi saban tahun.

“Akhirnya 2019 terjadi kesepakatan (Indonesia) membeli saham total 51 persen,” kata Bahlil. “Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan Indonesia karena kita sudah mayoritas (pemegang saham).”

Bahlil juga mengatakan langkah Jokowi membeli saham Freeport tidak sia-sia. Sebab, kini nilai valuasi Freeport hampir US$ 20 miliar. “Rp 300 triliun,” ujarnya.

Sebelumnya, Bahlil juga mengatakan kontrak Freeport perlu diperpanjang karena puncak produksi Freeport diperkirakan terjadi pada 2035. Jika kontrak tidak diperpanjang, Freeport tidak bisa melakukan eksplorasi karena terancam berhenti beroperasi. 

“Produksinya habis dan eksplorasi underground itu  butuh waktu 10 sampai 15 tahun,” ujar Bahlil di Kementerian Investasi, Senin, 29 April 2024. “Kalau kita tidak melakukan perpanjangan (kontrak) sekarang, siap-siap aja 2040 Freeport tidak operasi.”

Di sisi lain, Bahlil menilai perpanjangan kontrak Freeport bukan suatu masalah. Sebab, saat ini pemerintah sudah memegang saham Freeport sebanyak 51 persen. “Ini milik kita, kok. Barang kita, masak nggak boleh,” kata dia. (*)

0 Komentar