30 Tahun Lalu, Hari Ini 3 Media Diberedel Pak Harto

Penyair WS Rendra membaca puisi saat protes pembredelan TEMPO EDITOR dan DETIK di depan Departemen Penerangan
Penyair WS Rendra membaca puisi saat protes pembredelan TEMPO EDITOR dan DETIK di depan Departemen Penerangan
0 Komentar

Selain demonstrasi bertubi-tubi, mereka yang diberedel juga berbenah diri. Tempo, misalnya, membentuk kanal Tempo Interaktif di dunia maya. Pemberedelan yang dilakukan rezim Soeharto membuat wartawan DeTik seperti Hadriani Pudjiarti bergabung dengan Tempo Interaktif. Melalui internet, Tempo Interaktif berhasil meraih 1.500 pembaca per harinya sejak berdiri pada 1996.

Tidak hanya itu, beberapa mahasiswa juga aktif mencetak artikel di Tempo Interaktif dan menyebarkannya dengan harga Rp 1.000 per eksemplar. Dengan begini, pemberedelan Tempo tidak serta-merta menghentikan kegiatan jurnalistik mereka.

Eros lalu mendirikan tabloid DeTak menggantikan DeTik. Sampai sekarang, Eros terkenal karena laporannya yang berhasil meliput sebagian penyintas peristiwa pembunuhan simpatisan PKI pada 1965-1967.

Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga

Puncak dari gerakan ini adalah menghasilkan satu organisasi yang terus bertahan hingga sekarang, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI). AJI mulanya didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap PWI yang dianggap dekat dengan rezim penguasa. Pada 7 Agustus 1994 sekitar 100 orang jurnalis, termasuk GM, Eros, Fikri, Andreas Harsono, dan Yosep Adi Prasetyo, menandatangani Deklarasi Sirnagalih. Intinya, jurnalis menolak tunduk kepada pemerintah dengan menyediakan hak publik atas informasi dan menentang pengekangan pers.

Pemberedelan 1994 itu justru menjadi momentum bagi banyak wartawan untuk membangkitkan semangat kebebasan pers di Indonesia. Inilah yang luput diprediksi Soeharto dan aparatus beredelnya.

“Pembredelan justru menjadi momentum yang mempertemukan para jurnalis muda, yang sebagian besar justru bukan dari media korban bredel, untuk berhimpun dan mendirikan organisasi yang kelak menjadi alternatif, kalau bukan rival, dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),” tulis Ahmad Taufik dan kawan-kawan dalam Semangat Sirnagalih: 20 Tahun Aliansi Jurnalis Independen (2014). (*)

0 Komentar