Sementara itu, Pembina Kelenteng Hok Tik Bio, Liem Ping An mengatakan bahwa ini adalah ketiga kalinya kelenteng tersebut menjadi tempat singgah bhante thudong.
Menurutnya, sambutan warga di Ambarawa selalu luar biasa.
“Bahkan saat 2023, para bhante bilang, ini tempat dengan sambutan paling ramai di sepanjang perjalanan mereka,” kata Liem.
Liem menambahkan, momentum seperti ini mencerminkan nilai toleransi yang kuat di tengah masyarakat.
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
“Bagi kami, semua manusia adalah saudara. Itu yang kami yakini dan pegang teguh,” imbuh dia.
Setelah beristirahat dan melakukan doa malam, para bhante dijadwalkan melanjutkan perjalanan menuju Borobudur pada Jumat (9/5/2025) dini hari melalui jalur Semarang-Magelang, Kecamatan Jambu.
Sebagai informasi, Bhikkhu Tudhong sendiri merupakan tradisi berjalan kaki sambil bermeditasi sebagai bentuk latihan kesabaran. Momen langka ini diharapkan bisa menginspirasi masyarakat untuk lebih menghargai perjuangan spiritual.
Asal Muasal Thudong
Thudong memiliki jejak sejarah panjang yang diperkirakan bermula sejak abad ke-6 hingga ke-4 SM di India, saat Sang Buddha sendiri menjalani hidup sebagai pertapa dan pengembara. Para pengikutnya, termasuk para biksu dan biksuni, kemudian mengadopsi praktik ini untuk memperdalam meditasi dan pencapaian spiritual.
Salah satu referensi utama praktik ini adalah kitab Visuddhimagga atau “Jalan Menuju Penyucian”, yang ditulis filsuf Buddhis Buddhaghosa pada abad ke-5.
Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa pertapaan dan pengembaraan adalah langkah penting untuk mencapai pencerahan dan kebebasan spiritual (nirwana).
Kitab ini menekankan pentingnya menjauh dari keramaian agar para bhikkhu dapat bermeditasi dalam ketenangan dan terbebas dari godaan duniawi.
Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin
Saat ini, bentuk praktik thudong telah berkembang. Selain menjelajah alam, para bhikkhu juga mengunjungi tempat-tempat suci pada momen Waisak sebagai bagian dari perjalanan spiritual.
Selama thudong, para bhikkhu menyebarkan pesan damai, ketenangan, dan hidup sederhana. Setiap langkah mereka merupakan pengingat akan pentingnya welas asih dan pengendalian diri dalam kehidupan.
Aturan dalam Melaksanakan Thudong
Dirangkum dari berbagai sumber, dalam menjalani thudong, para bhikkhu tetap mematuhi disiplin ketat yang berlaku di lingkungan monastik. Mereka hanya makan sekali sehari, dan hanya di pagi hari, tidak boleh lewat dari tengah hari. Ini menjadi latihan kesabaran, terlebih dalam kondisi cuaca panas dan perjalanan yang melelahkan.