Kitab Visuddhimagga, Jejak Panjang Thudong Pengembaraan Bikkhu asal Thailand

Sebanyak 38 Bhiksu Thudong disambut oleh ratusan umat Buddha di Vihara Watugong Semarang. Berbagai acara digel
Sebanyak 38 Bhiksu Thudong disambut oleh ratusan umat Buddha di Vihara Watugong Semarang. Berbagai acara digelar, termasuk puja dan pemberian bekal oleh para umat, Rabu (7/5) sore. Para Bhiksu Thudong disambut hangat di Ruangan Dhammasala. Di ruangan itu, para bhiksu melakukan puja atau doa bersama.
0 Komentar

ROMBONGAN Bhikkhu Tudhong yang berjalan kaki dari Thailand akhirnya tiba di Ambarawa pada Kamis, 8 Mei 2025, sekitar pukul 16:10 WIB.

Mereka disambut dengan antusias oleh masyarakat Ambarawa, meskipun penyambutannya kali ini tidak semeriah tiga tahun lalu pada awal Tudhong.

Terdiri dari 38 Bhikkhu yang telah menempuh perjalanan kurang lebih tiga bulan, rombongan ini berjalan menuju Borobudur dalam rangka perayaan Waisak.

Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat

Kedatangan mereka dikawal oleh anggota TNI, Polri, dan komunitas lokal, dengan masyarakat turut hadir memberikan dukungan.

38 Bikkhu atau bhante thudong beristirahat di Kelenteng Hok Tik Bio, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Terdapat kisah menarik dari peristirahatan para bhante dan warga lokal.

Menjelang petang, saat semua bhante tengah beristirahat, satu di antara mereka, Phra Maha Chaiwat, berjalan di sekitar balkon kelenteng.

Biksu asal Thailand tersebut mengamati jalanan dan aktivitas warga di bawahnya.

Dia menarik perhatian warga yang kemudian menghampirinya.

Seorang warga bernama Leo (50) datang membawa sebotol air mineral di tangan.

Leo meminta sesuatu yang tidak biasa bagi tradisi Bhante Chaiwat.

Dia ingin air mineral itu didoakan, sebagaimana kebiasaan sebagian umat Islam yang meyakini air yang telah didoakan bisa membawa berkah.

Namun komunikasi mereka sempat terhambat.

Bhante Chaiwat tidak memahami Bahasa Indonesia, Leo pun tidak fasih berbahasa Inggris, apalagi Thai.

Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin

Dalam kebingungan itu, Bhante Chaiwat mengambil ponselnya, membuka aplikasi penerjemah, dan mulai menerjemahkan pesan-pesan Leo dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Thai.

“Saya jelaskan, bahwa air ini untuk dibawa pulang, sebagai simbol doa. Agar kami yang meminumnya nanti mendapat kesehatan, keselamatan, dan keberkahan,” tutur warga Bandungan Kabupaten Semarang tersebut, Kamis (8/5).

Dia menyebut proses itu pelan, penuh kehati-hatian, karena melibatkan dua budaya dan dua kepercayaan yang berbeda, namun bertemu dalam satu niat yang sama.

Bhante Chaiwat kemudian mendoakan Leo, keponakannya, dan beberapa warga lainnya yang mengerumuninya.

“Saya Muslim.”

“Tapi saya percaya, doa dari siapa pun yang tulus pasti akan sampai kepada Tuhan,” imbuh dia.

0 Komentar