Keluarga Tolak Penghentian Perkara Pengeroyokan Kenzha Walewangko

Pra rekonstruksi dalam kasus tewasnya Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Kenzha Walewangko (22) di
Pra rekonstruksi dalam kasus tewasnya Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Kenzha Walewangko (22) di kawasan kampus UKI, Cawang, digelar jajaran Polres Metro Jakarta Timur. Sebanyak sekitar 50 lebih adegan disajikan di kampus, pada Rabu (26/3/2025) siang. (IST)
0 Komentar

KELUARGA almarhum Kenzha Walewangko menolak penghentian perkara oleh Polres Metro Jakarta Timur. Penghentian perkara itu dilakukan karena penyidik menilai tidak ada tindak pidana dari penyebab kematian Kenzha.

Ayah korban, Happy Walewangko, menyatakan bahwa anaknya tewas dalam insiden tragis di lingkungan kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI). Oleh karenanya, dia menilai hasil penyidikan tidak mencerminkan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Menurut Happy, terdapat banyak kejanggalan dalam proses penyidikan yang justru mengaburkan kebenaran. Salah satunya adalah pemanggilan saksi-saksi tanpa prosedur resmi, seperti tidak adanya surat pemanggilan atau pendampingan dari kuasa hukum.

Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat

“Kami mendengar langsung keterangan dari saksi-saksi, baik yang telah diperiksa maupun yang belum dipanggil. Banyak dari mereka yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeroyokan terhadap Kenzha,” ujar Happy dalam keterangan tertulis, Jumat (25/4/25).

Dia menilai, hal itu memunculkan dugaan bahwa pemeriksaan saksi dilakukan dalam tekanan, bahkan sarat dengan rekayasa dan pemaksaan skenario yang bertentangan dengan laporan awal pihak kampus UKI mengenai adanya dugaan pengeroyokan terhadap korban. Terlebih, saksi-saksi penting dalam kejadian tidak digali keterangannya lebih lanjut.

“Di sinilah, kami melihat adanya upaya pembelokan arah penyidikan,” ungkap dia.

Happy juga menekankan bahwa kebenaran bukanlah soal suara terbanyak, apalagi jika suara tersebut bisa dibeli, diintimidasi, atau ditekan. Bagi Happy, suara keberanian satu saksi yang jujur lebih berarti daripada narasi mayoritas yang dikondisikan.

Dia menyebut bahwa pelaporan kasus ini ke Polda Metro Jaya sudah dilakukan. Happy pun meminta agar dilakukan pemeriksaan menyeluruh secara komprehensif, termasuk dengan permintaan penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) terhadap pihak-pihak yang terlibat.

Menurut Happy, pihak keluarga hari ini juga melaporkan dugaan pelanggaran etik dan profesionalisme aparat Polres Metro Jakarta Timur ke Divisi Propam Mabes Polri.

“Kami berharap publik dapat menyaksikan secara langsung praktik-praktik buruk dan ketidakprofesionalan oknum-oknum aparat penegak hukum yang justru merusak kepercayaan masyarakat. Ini saatnya membersihkan institusi dari mereka yang tidak lagi layak menyandang tugas dan amanat hukum,” ucap Happy.

0 Komentar