Sementara, Peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro menilai bahwa secara formil dalam pembentukan Undang-Undang (UU) berdasarkan Pasal 23 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) dijelaskan UU yang masuk kumulatif terbuka seharusnya mengakomodir putusan MK di luar putusan MK tidak bisa dibahas, jika mau dibahas harus ditetapkan dalam Prolegnas prioritas tahunan.
“Dalam hal ini DPR gagal memahami dalam proses pembentukan UU dan melanggar konstitusi. Selain itu, dengan disahkan UU Minerba dalam waktu singkat tanpa mempertimbangkan masukan masyarakat DPR dinilai tidak belajar dari problem sebelumnya mengenai meaning full participation atau partisipasi bermakna,” ujarnya.
Padahal di UU PPP dijelaskan bahwasanya UU yang masuk kumulatif terbuka maupun yang masuk Prolegnas harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunannya.
Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis
Menurut dia, konsekuensi dari pengesahan UU minerba yang terburu-buru akan mengakibatkan kurangnya legitimasi dari masyarakat dan menimbulkan konflik di kemudian hari. Kemudian implementasi dari undang-undang tersebut tidak berjalan optimal.
Lalu, seperti apa proses revisi UU Minerba hingga akhirnysa disahkan sebagai Undang-Undang?
Proses Revisi UU Minerba
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Benny K. Harman melontarkan kritik pedas terhadap proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Menurut dia, alih-alih untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, draf RUU Minerba ini justru memunculkan lebih banyak persoalan yang cukup kompleks.
“Kalau saya baca sekilas Rancangan Undang-Undang ini memang menimbulkan banyak masalah. Padahal maksud kita bikin undang-undang ini untuk mengunci masalah, kecuali kita memang sepakat memang itu maksudnya supaya masalah itu semakin banyak muncul,” ucapnya dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR, Senin (20/01/2025).
Ia lantas menyoroti beberapa poin dalam RUU yang dinilai memerlukan penjelasan lebih rinci. Misalnya saja, keputusan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
“Ketentuan mengenai keputusan politik kita untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi dengan skala prioritas lagi, itu kan harus ada penjelasannya apa tiba-tiba kita mengambil keputusan seperti ini,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.