SEPERTI kita ketahui pada masa Hindia Belanda sering mengeluarkan Staatsblad (Het Staatsblad van Nederlandsch-Indie atau disebut Het Staatsblad van Indonesie) yaitu merupakan lembaran kertas yang berisi kumpulan undang-undang, ketetapan, peraturan resmi dari pemerintah yang mempunyaitahun penerbitan dan nomor urut. Setelah kemerdekaan Indonesia, Staatsblad van Nederlandsch-Indie digantikan oleh Lembaran Negara, yang terus diterbitkan hingga saat ini sebagai sumber hukum nasional Indonesia.
Menoleh kebelakang tentang berdirinya Kota Salatiga ternyata terdapat fakta hukum yang patut tidak boleh terlupakan dimana berdirinya Salatiga menjadi kotamadia yaitu dengan dikeluarkannya Staatblad No. 266 pada tanggal 25 Juni 1917. Bahwa latar belakang dikeluarkannya Staablad No.266 Th.1917 pada waktu itu adalah adanya kebijakan desentralisasi yang dikeluarkan Ratu Wilhelmina dengan mengeluarkan peraturan baru yaitu dikeluarkan Undang-Undang Desentralisasi pertama di Hindia Belanda pada tahun 1903.
Kebijakan tersebut memberikan kewenangan untuk gemeente/ kotamadia mengatur pemerintahannya sendiri. Dasar hukum inilah yang memungkinkan kotamadia-kotamadia di Jawa telah berkembang sehingga menghasilkan kota-kota kolonial modern, salah satunya adalah Kota Salatiga Jawa Tengah.
Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes
Keputusan gubernur jenderal pada waktu itu secara admistratif mengukuhkan Salatiga sebagai daerah yang berkembang bersamasama dengan Sidorejo Lor, Kutowinangun, Kalicacing, Ledok, Gendongan, dan Mangunsari (Wuryani, 2006: 56-59)
Dengan dikeluarkannya Staatblad No. 266 pada tahun 1917 maka status kota Salatiga menjadi Gemeente (Kotapraja) dimana roda pemerintahan waktu itu dipimpin seorang Burgemeester (walikota) yang didampingi oleh Gemeenteraad (Dewan Kota). Akibat hukum status tersebut maka kota Salatigadapat mempunyai hak untuk mengelola wilayah administratifnya sendiri sehingga kebijakan dan pertumbuhan perekonomian kota dapat ditentukan sendiri.
Bahwa setelah Status Kota salatiga terbentuk menjadi Kotapraja maka pemerintah Hindia Belanda kemudia mengeluarkan Staatblad No. 267 tahun 1917 tentang Desentralisasi. Penerapan anggaran pertama untuk Kotamadia Salatiga, sehingga adanya runtutan dikeluarkan kedua Staatblad ini membuktikan secara hukum bahwa Pemerintah kota salatiga dapat mengatur rumah tangganya sendiri.
Adapun Staatblad No. 266 pada tahun 1917 berisi 10 pasal yang mengatur tentang Desentralisasi. Pembentukan Dewan kota Salatiga dengan pemisahan dana pemerintah kota Salatiga dari dana umum Hindia Belanda
Pasal 1 “Pasal 8 Ordonansi 27 Februari 1908 (Staatsblad 1 175) adalah, sepanjang di dalamnya memuat ketentuan kebutuhan-kebutuhan khusus ibu kota Salatiga dan urusan-urusan yang berkaitan dengan urusan-urusan yang dahulu dikelola oleh Negara, termasuk dalam pekerjaan Dewan Daerah Semarang. Telah dinonaktifkan.”