Masuknya La Nina di saat musim kemarau di Indonesia, diharapkan dapat membantu mengurangi dampak musim kemarau tahun 2024 ini. Yang akan menghasilkan musim kemarau basah di wilayah-wilayah Indonesia.
Benarkah demikian?
Faktor-Faktor Pemicu Cuaca dan Iklim di Indonesia Menurut BMKG
Masih mengutip BMKG, saat La Nina, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan sebanyak 20-40% pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON).
Sedangkan pada periode Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) sebagian wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan curah hujan karena pengaruh angin monsun.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
“Namun demikian bukan diartikan tidak ada kemarau sama sekali. Hanya saja terjadi peningkatan curah hujan dalam periode tersebut sehingga seringkali disebut sebagai kemarau basah,” tulis BMKG di situs resmi, dikutip Kamis (25/7/2024).
Di kesempatan lain, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, La Nina tahun 2024 ini diprediksi La Nina lemah. Dan, imbuh dia, potensi turunnya hujan di Indonesia pun tak hanya dipengaruhi oleh La Nina.
Dwikorita menjelaskan, iklim utama dan cuaca Indonesia dipengaruhi oleh monsun, yaitu angin dari benua Australia dan benua Asia yang secara bergantian melintasi atau melintas lewat wilayah Indonesia. Sehingga di Indonesia ada musim kemarau dan musim hujan.
“Faktor penggerak iklim dan cuaca di Indonesia itu antara lain anomali iklim atau anomali suhu muka air laut di Samudera Pasifik yang bisa berakibat La Nina dan El Nino. Kejadiannya selama beberapa bulan, 5-6 bulan atau lebih,” kata Dwikorita dalam video jumpa pers tentang Hujan Lebat di Musim Kemarau, yang ditayangkan akun Youtube resmi BMKG.
Namun, lanjutnya, curah hujan juga dipengaruhi peristiwa lain yang kejadiannya lebih pendek. Yaitu, gelombang atmosfer. Berupa Gelombang Kelvin dan Gelombang Rossby, yang kejadiannya selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
Serta dipengaruhi oleh Madden Julian Oscillation (MJO) yang kejadiannya juga selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Namun MJO ini merupakan siklus balik setiap 30-60 hari.
“Jadi tidak setiap hujan lebat itu pengaruh La Nina. Bisa juga pengaruh low pressure area, adanya tekanan rendah di suatu titik atau zona yang terjadi di wilayah samudera atau lautan. Dapat memicu terjadinya bibit siklon atau siklon tropis,” kata Dwikorita.