YLBHI Soroti Kasus Represif Aparat Saat Demo Kawal Putusan MK di Sejumlah Daerah

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat adanya penahanan massa aksi tolak RUU Pilkada. Dalam
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat adanya penahanan massa aksi tolak RUU Pilkada. Dalam keterangan persnya di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Jumat (23/8), pengacara publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan mengatakan, YLBHI akan mengambil langkah advokasi pada lembaga pengawas negara untuk mengupayakan pembebasan pada massa aksi tersebut. (Dok. YLBHI)
0 Komentar

YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI mencatat sejumlah kasus tindakan represif aparat keamanan saat demo Kawal Putusan MK di sejumlah daerah. Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan terdapat puluhan tindakan represif, intimidasi, hingga kekerasan terhadap massa aksi.

Dia menyoroti kasus represif aparat yang terjadi di Semarang, Makassar, Bandung, hingga Jakarta. Di Semarang, ujarnya, YLBHI memantau adanya penembakan gas air mata dan pemukulan kepada massa aksi oleh polisi. “Setidaknya 18 massa aksi harus dilarikan ke rumah sakit,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Agustus 2024.

Intimidasi aparat keamanan juga dialami massa aksi Kawal Putusan MK di Makassar. Isnur mengungkapkan, aparat keamanan membubarkan demonstran usai istri Presiden Joko Widodo, Iriana Jokowi hendak melewati jalan yang sedang digunakan massa aksi.

Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes

Sementara di Bandung, YLBHI mencatat ada 31 orang massa aksi Kawal Putusan MK mendapat tindakan kekerasan aparat keamanan. Isnur mengatakan, dua orang di antaranya mengalami luka sobek di bagian kepala.

“Selain itu dua orang masih belum diketahui keberadaannya hingga siaran pers ini disiarkan,” ucapnya.

Aksi Kawal Putusan MK di Jakarta juga diwarnai tindakan represif aparat keamanan. Ia mengatakan, polisi menembakkan gas air mata kepada massa aksi yang berhasil merobohkan pagar Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

“Pasca kerumunan terpecah, aparat kepolisian mulai memburu mahasiswa dan pelajar,” ujar Isnur.

Dia mengatakan, sejumlah massa aksi Kawal Putusan MK dikeroyok oleh aparat keamanan. Aparat, kata dia, memukul massa aksi dengan tongkat, serta menendang.

Isnur mengatakan, hingga Kamis malam, 22 Agustus 2024 lembaganya menerima laporan sebelas massa aksi terkonfirmasi ditangkap aparat kepolisian. Satu orang lainnya mendapatkan doxing.

“Pengaduan yang masuk di TAUD hingga pukul 21.30 ada 26 laporan,” katanya.

Ia mengungkapkan, puluhan laporan itu berupa tindakan kekerasan, doxing, sampai penangkapan oleh aparat keamanan. Ia juga mengatakan, ratusan massa aksi justru ditangkap ketika sedang menuju lokasi aksi.

Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban

Dia menyatakan, tindakan represif aparat keamanan merupakan pelanggaran hukum, tindak pidana, dan melanggar peraturan internal Kapolri. Isnur menyebutkan, dalam peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 menyatakan bahwa pihak kepolisian tidak boleh terpancing, tidak arogan, dan tidak melakukan kekerasan bahkan di saat situasi kerumunan massa aksi tidak terkendali.

0 Komentar