Tuana Tuha

0 Komentar

Begitulah turun-temurun. Agar si ibu lekas pulih –dan bisa lekas melayani suaminya lagi. Juga bisa mengurangi derita melahirkan.

Bahwa daunnya bisa jadi uang, itu baru tahu di tahun 2014. Ketika ada pedagang yang datang ke kampung itu.

Pengetahuan penduduk hanya sebatas apa kata pedagang itu: sebagai bahan obat.

Obat apa? Tidak tahu.

Obat untuk orang Amerika. Dikirim ke sana.

Dalam bentuk bubuk daun Kenduma.

Baca Juga:Disebut Namanya, Ini Pengakuan Munarman Soal Kasus Ninoy KarundengJubir FPI Disebut dalam Kasus Penyekapan dan Penganiayaan Pegiat Medsos Ninoy Karundeng

Maka orang di desa itu pun beralih sumber hidup. Dari mencari ikan menjadi pemetik daun Kenduma.

Mereka meninggalkan rawa dan sungai yang terik. Beralih ke dalam semak yang rimbun.

Daun itu lantas dijemur. Enam hari kering.

Si pedagang mengirim mesin penggiling sederhana. Dijual ke pemetik daun. Untuk mengubah daun kering menjadi bubuk.

Sejak menjadi berita besar, polisi melarang perdagangan Kandema itu. Masa sejahtera pun lewat. Mesin penggiling nganggur. Bahkan mereka yang sudah telanjur menanam Kenduma menjadi gamang: akan diapakan tanaman itu nanti.

Semua obat bisa disalahgunakan. Sebatas masih dalam bentuk herbal mestinya tidak bahaya.

Baiknya ada yang berkonsultasi dengan Asosiasi Kratom Amerika. Agar jelas sejelas-jelasnya: di mana posisi Kenduma. Itu tergolong mariyuana, hemp, atau ada jenis lain lagi.

Unair, Unpad, dan UGM bisa turun tangan. Melihatnya secara ilmiah. Siapa tahu justru bisa jadi unggulan industri kita.(Dahlan Iskan)

Laman:

1 2
0 Komentar