Transkrip Hasil Debat Cawapres 2024, Dari Kata ‘Slepet’ hingga Istilah Hilirisasi Digital

Transkrip Hasil Debat Cawapres 2024, Dari Kata 'Slepet' hingga Istilah Hilirisasi Digital
Ketiga Cawapres 2024 Indonesia. (Foto: Istimewa)
0 Komentar

Moderator: Dan untuk itu, kami persilakan panelis, Alamsyah Saragih, untuk mengambil sub tema pertanyaan di dalam fishball, kemudian silakan diperlihatkan ke Calon Wakil Presiden dan juga moderator.

Moderator: Dimasukkan ke tempat yang kosong tidak apa-apa, Pak. Tarik saja biar cepat. Tolong dihadapkan ke kami, Bapak. Ekonomi Kerakyatan Digital. Kami akan undang kemudian Bapak Adhitya Wardhono untuk mengambil undian daftar pertanyaan dari fishball, apakah a, b, atau c? Silahkan dibuka. C, jadi Ekonomi Kerakyatan Digital. C . Kita akan buka amplop pertanyaan, Bapak. Masih disegel amplopnya dan kami ingatkan kepada Calon Wakil Presiden untuk mendengarkan dengan seksama karena pertanyaan hanya akan dibacakan satu kali.

Moderator: Pertanyaan untuk Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3, Bapak Mahfud MD, terkait Ekonomi Kerakyatan dan Digital. Digitalisasi membuka akses pasar yang lebih luas, tetapi juga berpotensi merugikan usaha mitra dan konsumen melalui penyalahgunaan data digital. Pertanyaannya, bagaimana kebijakan paslon untuk mengatasi hal tersebut? Waktu untuk menjawab 2 menit. Dimulai sejak Bapak menjawab. Kami persilakan.

Baca Juga:Caleg Gemar Pasang Baliho Miskin Gagasan, Kemana Milenial?Lawatan di Cirebon Bertemu dengan Para Gus dan Ning, Gibran ‘Fun Futsal Sarungan Bareng Samsul’

Mahfud: Baik. Kalau kebijakan data digital, yang terakhir ini kita sudah punya dua undang-undang. Yang baru yaitu Undang-Undang PDP dan Undang-Undang ITE yang baru saja disesuaikan, tapi lebih dari itu. Menurut saya, digital atau ekonomi digital ini tidak bisa dihindarkan oleh siapa pun. Oleh sebab itu, ya kita tidak bisa menolaknya, tetapi harus berhati-hati karena terjadi disrupsi yang luar biasa dalam perkembangan digital ini. Saya menangani kasus, misalnya pinjol, di mana rakyat menjadi korban dari kegiatan ekonomi digital, ada crypto misalnya. Kasus pinjol itu sendiri sungguh sangat problematik. Kenapa? Karena dia dibuat secara hukum perdata melalui zat-zat. Rakyat yang tidak tahu langsung bilang, kamu mau pinjam uang sekian? Yes. Bunganya sekian? Yes. Kalau tidak bayar sekian? Yes. Itu perdata dan itu banyak yang menjadi korban, banyak yang sampai bunuh diri. Ada seorang dari Semarang, seorang guru, meminjam hanya 500 ribu, kemudian hutangnya menjadi 240 juta karena selalu bertambah bunganya. Kemudian, ada yang sampai bunuh diri. Dalam hal pinjol ini, ketika saya sampaikan ke Polri. “Tidak bisa, Pak. Itu hukum perdata.” Ketika disampaikan ke OJK, OJK bilang “Itu bukan kewenangan kami, itu bukan kewenangan kami karena mereka ilegal, tidak terdaftar.” Berkali-kali saya panggil, kemudian saya undang, dalam rapat bersama gabungan di Menkopolhukam. Kita nyatakan bahwa itu tindak pidana dan harus segera ditangkap. Itulah dalam sehari kemudian, ditangkap 144 orang di hari itu juga. Sekian.

0 Komentar