Tradisi Pertarungan Panthera Tigris Sondaica, Arena Gladiator di Tanah Jawa

Tradisi Pertarungan Panthera Tigris Sondaica, Arena Gladiator di Tanah Jawa
langitkata.blogspot.com
0 Komentar

Menurut Jacob Cornelis Van Leur, rampogan macan juga dipandang sebagai simbol resistensi. Simbol tersebut mencerminkan karakteristik bangsa Indonesia yaitu ketika masyarakat Jawa dikuasai baik secara politik, sosial dan budaya oleh Inggris di bawah kekuasaan Sir Thomas Stamford Raffles. Adanya intervensi pengaruh dari luar, tidak mengurangi nilai kekuatan resistensinya dan tetap bertahan dengan dibuktikan oleh representasi tradisi rampogan macan.

Keberadaan rampogan macan sebagai hiburan rakyat semakin berkembang dan banyak diminati. Hal tersebut jelas dapat memberikan dampak terhadap keberlangsungan alam dan lingkungan, salah satunya dapat mempengaruhi jumlah populasi harimau Jawa akibat meningkatnya penangkapan harimau. Terutama hasil tangkapan harimau di wilayah Kediri yang juga dikirimkan ke wilayah Jawa Tengah untuk kepentingan hal serupa.

Upacara rampogan macan terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah perkelahian antara harimau dengan kerbau (Bubalus bubalis) dan banteng (Bos sundaicus). Bagian kedua adalah pertarungan antara harimau dengan ribuan manusia bersenjatakan tombak. Pada perkembangannya, saat upacara ini mulai menyebar ke beberapa daerah, prosesi bagian pertama ini dibuang.

Baca Juga:KPU Bersedia Perlihatkan Isi Kontrak dengan Alibaba Cloud dan Resume dari Proses Pengadaan Layanan Tanpa Tunjukkan Informasi yang DikecualikanAmel Korban Pembunuhan Berencana di Kampung Ciseuti Sempat Berteriak Minta Ampun

Wessing pun mengumpulkan keterangan dari berbagai sumber berlandaskan tradisi rampogan macan yang diselenggarakan di keraton kasunanan Surakarta. Ada kemungkinan pelaksanaan di Surakarta punya kemiripan dengan yang digelar oleh keraton kasultanan Yogyakarta.

Disebutkan bahwa sebelum acara berlangsung, ditengah-tengah alun-alun telah disiapkan kerangkeng yang terbuat dari kayu yang diikat memakai bambu. Kerangkeng berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 3 m hingga 5 m. Sementara tingginya sekitar 5 meter dengan sebagian memiliki atap. Di dalamnya terdapat kerbau yang sudah dihias. Ada untaian bunga yang dikalungkan di tanduk dan leher kerbau.

Harimau berada dikandang persegi empat yang lebih kecil yang diletakkan di sekeliling kandang besar. Atas perintah Susuhunan (Raja), harimau pun dipertemukan dengan sang kerbau.

“Saya menyaksikan sendiri, pada kesempatan pertama, kerbau berhasil mematahkan rusuk harimau di dalam kandang. Dia (harimau) pun mati. Namun kerbau tidak selalu beruntung,” tulis John Crawfurd, yang dikutip oleh Wessing. Crawfurd menuliskannya dalam History of the Indian Archipelago, 1967.

0 Komentar