Tradisi Pertarungan Panthera Tigris Sondaica, Arena Gladiator di Tanah Jawa

Tradisi Pertarungan Panthera Tigris Sondaica, Arena Gladiator di Tanah Jawa
langitkata.blogspot.com
0 Komentar

RAMPOGAN Macan adalah tradisi mempertarungkan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dengan manusia atau dengan hewan lain seperti kerbau dan banteng. Pada awalnya berkembang sejak abad ke-17 di wilayah kekuasaan Mataram, pada pemerintahan raja Amangkurat II.

Tradisi ini memiliki persamaan konsep dengan pertarungan hewan buas yang ada di negara-negara lain. Di Asia Tenggara harimau biasa dipertarungkan dengan gajah, sedangkan di Eropa harimau dipertarungkan dalam arena gladiator. Di wilayah Kediri, rampogan macan berkembang menjadi sebuah acara untuk perayaan hari besar agama.

Mengutip pendapat Robert Wessing, seorang antropolog dan peneliti dari Universitas Leiden, Belanda, hubungan manusia Jawa dan macan terlihat ambigu. Kadang bersekutu, di waktu lain menjadi sumber bencana. Gangguan yang tidak disengaja di antara keduanya pun dengan mudah bisa merusak hubungan harmonis yang terjalin.

Baca Juga:KPU Bersedia Perlihatkan Isi Kontrak dengan Alibaba Cloud dan Resume dari Proses Pengadaan Layanan Tanpa Tunjukkan Informasi yang DikecualikanAmel Korban Pembunuhan Berencana di Kampung Ciseuti Sempat Berteriak Minta Ampun

“Tentrem kemudian terganggu dan alam semesta keluar dari keteraturan,” tulis Wessing dalam artikel berjudul A Tiger in The Heart: The Javanese Rampok Macan, yang terbit dalam sebuah jurnal di Belanda, 1992.

Dalam artikelnya, Wessing memberikan informasi berharga tentang bagaimana rampogan macan itu dilangsungkan sejak abad 17 yang berakhir pada dekade-dekade awal abad 19 itu. Selain itu Wessing juga mengurai makna tradisi rampogan yang dituding turut mendorong lenyapnya harimau Jawa dari hutan yang tersisa di Pulau Jawa itu.

Versi lain menyebut rampogan macan ada sejak 1605 dan berakhir pada 1906, seperti yang ditulis Peter Boomgard, peneliti sejarah Asia Tenggara khususnya Indonesia dari Universitas Amsterdam, Belanda.

Darsiti Soeratman, “Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-1939”, Yogyakarta: Penerbit Taman Siswa, 1989, hal 161 diungkapkan pemaknaan rampogan macan sangat beragam terutama di wilayah Jawa Tengah. Pada awal abad ke-17 dikenal sebagai pertarungan kerbau dengan harimau. Pada masa pemerintahan Amangkurat II Kartasura,  rampogan Macan dianggap sebagai pertunjukan sakral di keraton untuk menerima tamu agung seperti gubernur
jendral Belanda.

Dikutip dari Daya Negri Wijaya, “Napak Tilas Perspektif Indonesiasentris Jacob Cornelis Van Leur”, Jurnal Sejarah dan Budaya UM, Vol. 10, No. 1, 2016, hal 39. Raffles berpendapat bahwa dalam pertarungan kerbau dan harimau (Rampogan Macan), diartikan kerbau sebagai orang Jawa dan macan mewakili orang Eropa.

0 Komentar