Tekanan meningkat untuk menyelidiki pendanaan kampanye yang mencurigakan

Tekanan meningkat untuk menyelidiki pendanaan kampanye yang mencurigakan
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana
0 Komentar

DUGAAN aliran uang haram untuk kampanye pemilu 2024 pun muncul, setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mencatat adanya transaksi mencurigakan yang jumlahnya sangat tinggi menjelang pemilu Februari 2024.

Kecurigaan tersebut, jika terbukti, dapat menimbulkan masalah bagi integritas pemilu tahun depan – dan bahkan melibatkan kandidat yang diunggulkan – sehingga memberikan tekanan pada pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan yang tepat.

Hanya beberapa hari setelah debat calon presiden pertama yang memanas pekan lalu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa jumlah transaksi mencurigakan yang tercatat oleh pusat telah meningkat lebih dari dua kali lipat setelah masa kampanye resmi dimulai pada 28 November.

Baca Juga:Kemenkes Imbau Masyarakat Kembali Gunakan Masker Pasca Lonjakan CovidGubernur Malut Ditangkap dalam Operasi Tangkap KPK

“Kita melihat memang transaksi terkait dengan pemilu ini masif sekali laporannya kepada PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen di transaksi keuangan tunai, di transaksi keuangan mencurigakan,” ujar Ivan.

Dirinya kemudian mempaparkan bahwa berdasarkan pengalaman selama ini, PPATK sering kali mendapati rekening khusus dana kampanye (RKDK) cenderung tak bergerak.

PPATK pun mencurigai dana para pihak yang berkontestasi pada pemilu berasal dari hasil tindak pidana, seperti tambang ilegal.

“Kita khan bertanya pembiayaan kampanye dan segala macamnya itu dari mana kalau RKDK-nya tidak bergerak, khan? Nah, kita melihat ada potensi misalnya orang mendapatkan sumber dari hasil ilegal,” ucapnya.

Dalam laporannya, PPATK menyinggung sebagian dana itu masuk ke rekening bendahara partai politik, tanpa menyebut pihak yang dirujuk.

Ivan mengaku sudah menyerahkan laporan tersebut kepada pihak-pihak terkait, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*)

 

0 Komentar