Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Terungkap Peran Seseorang dari Jakarta Disebut Wasit

Tiga terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) (kiri), Suparta selak
Tiga terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) (kiri), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT (tengah) dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT (kanan), sedang menunggu sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/9/2024).
0 Komentar

“Wasit ini apa, nama orang?” kata Hakim.

“Istilah,” kata Jaksa.

“Ada dari Harvey juga, selamat sore bos-bos berikut saya forward data-data eksport beserta proposal eksport yang kita ajukan di rapat kemarin, mohon dikoreksi kalau ada salah, karena data-data ini akan diteruskan ke PT Timah dan wasit di Jakarta,” kata Jaksa.

Jaksa kemudian menanyakan maksud wasit di Jakarta tersebut kepada saksi eks GM Produksi PT Timah, Tbk, Ahmad Syamhadi.

“Nggak tau, betul saya nggak tau, saya belum pernah tanyakan kepada beliau (Harvey Moeis),” kata Ahmad.

Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka

Praktik korupsi di PT Timah ini bermula ketika perusahaan pelat merah itu mengalami penurusan produksi akibat penambangan ilegal yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada di Provinsi Bangka Belitung.

Untuk itu dibualah program kerjasama Mitra Jasa Penambangan untuk meningkatkan jumlah produksi tesrebut. Kerjasama itu menjadi celah korupsi, karena dalam praktiknya banyak perusahaan swasta yang ikut campur dalam pengelolaan penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk.

Menurut Jaksa, program kemitraan jasa pertambangan yang terjadi sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2022 itu mengakibatkan terjadi pengeluaran PT Timah, Tbk yang tidak seharusnya sebesar Rp10.387.091.224.913 atau Rp 10,38 triliun. Selain itu adapula kerugian negara yang mencaai Rp 300 triliun dari praktik lancung tersebut. (*)

0 Komentar