Selidik Asal Muasal Nama Salatiga: dari Prasasti Plumpungan hingga Kata Selo Tigo

Tim delik Salatiga mengunjungi Prasasti Plumpungan di Desa Beringin (4km dari Kota Salatiga), Dukuh Plumpungan
Tim delik Salatiga mengunjungi Prasasti Plumpungan di Desa Beringin (4km dari Kota Salatiga), Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kamis (11/7).
0 Komentar

PRASASTI Plumpungan merupakan prasasti berbahan batu andesit berukuran panjang 170 sentimeter, lebar 160 sentimeter dengan garis lingkar 5 meter yang keberadaannya sangat penting bagi masyarakat Salatiga, Jawa Tengah. 

Prasasti Plumpungan atau yang disebut juga sebagai prasasti Hampran ini ditemukan di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Di dalam sebuah artikel berjudul ‘Analisis Stilistika Wacana Terjemahan Resmi Naskah Prasasti Plumpungan’ di Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra (Vol 20, No 2, Desember 2008) diungkapkan berdasarkan isi naskah batu tersebut, Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang pada saat itu merupakan wilayah Perdikan (wilayah merdeka, atau bebas pajak). 

Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum

J. G. de Casparis (sejarawan dan ahliepigrafi) mengalihkan tulisan yang terdapat diatas prasasti Plumpungan secara lengkap, dan kemudian tulisan tersebut disempurnakan oleh R. Ng. Poerbatjaraka. Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tetang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang dahulu dinamakan Hampra, dan yang kini bernama Salatiga.

Tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan pada masa itu, maka pemberian status ini adalah hak yang istimewa yang diberi oleh seorang raja kepada rakyat yang telah berjasa kepada raja dalam melakukan pemeliharaan tempat ibadah serta perkembangan agama Hindu.

Penetapan yang ditulis di prasasti Plumpungan dapat diartikan sebagai titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan. Istilah perdikan dapat diartikan sebagai suatu daerah dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. Status perdikan tersebut diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja. 

Para sejarawan memperkirakan bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu. Raja Bhanu adalah seorang raja besar yang sangat memperhatikan rakyatnya, dan yangmemiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa dan Kabupaten Boyolali. 

Prasasti Plumpungan diperkirakan dibuat pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi. Naskah tersebut ditulis oleh seorang Citraleka (sekarang dapat disebut penulis, penggarap naskah atau pujangga) yang dibantu oleh sejumlah pendeta (resi) dan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Dimulai dengan kalimat Srir Astu Swasti Prajabyah yang berarti Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian

0 Komentar