Sejarah HUT Ke-51 PDIP, Tanpa Gibran dan Bobby, Jokowi: Saya Belum Dapat Undangan, Megawati: Besarnya PDIP Bukan Karena Presiden

Sejarah HUT Ke-51 PDIP, Tanpa Gibran dan Bobby, Jokowi: Saya Belum Dapat Undangan, Megawati: Besarnya PDIP Bukan Karena Presiden
Megawati Soekarnoputri di HUT PDIP ke-51. (Foto: dok. PDIP)
0 Komentar

HARI  ini, 10 januari 2024, HUT PDIP ke-51. PDIP atau PDIP Perjuangan merupakan partai politik Indonesia yang sejarah berdirinya dirunut mulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI).

Pada 4 Juli 1927, Sukarno mendirikan PNI. Kemudian, PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik. Gabungan tersebut pun bersatu lantaran penyederhanaan partai jelang Pemilu 1977. Akhirnya, gabungan partai tersebut dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dibentuk pada 10 Januari 1973.

Sejak awal pendirian, PDI mengalami konflik internal yang selalu terjadi ditambah adanya intervensi pemerintah. Meskipun sudah melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas), tetapi tidak ada hasil yang signifikan. Sampai akhirnya, pada 12-13 April 1976, PDI berhasil menggelar Kongres I, tetapi masih mendapatkan campur tangan pemerintah.

Baca Juga:Laporan Dana Awal Kampanye Parpol, PSI Rp 180 RibuPenangkapan Saipul Jamil Polisi Dinilai Arogansi Mengarah Premanisme, Begini Penjelasan ISESS

Bahkan, intervensi dari pemerintah semakin kuat ketika Kongres II pada 13-17 Januari 1981. Pada pertemuan tersebut, Soeharto yang bukan bagian partai menjadi pembuka dalam kongres. Puncak PDI mendapatkan intervensi terjadi pada 1993 yang membuat kubu terpecah menjadi dua.

Dua kubu tersebut adalah kelompok Budi Hardjono yang didukung rezim Soeharto dan kelompok pendukung Soerjadi serta Nico Daryanto dari internal partai. Perpecahan terjadi karena dalam kongres yang dilangsungkan di Medan, dua nama terakhir terpilih sebagai Ketum DPP PDI. Kelompok Budi Hardjono tidak terima dan berusaha menduduki arena kongres.

Perpecahan tersebut dapat diatasi dengan mengangkat anak kedua Ir. Soekarno, Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum DPP PDI. Namun, rezim Soeharto menolak dukungan untuk Megawati. Bahkan, rezim ini menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Mengacu laman pdiperjuanganlampung.id, larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB. Kemudian, secara de facto, Megawati dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998. Lalu, pada Munas 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati dikukuhkan sebagai Ketum DPP PDI secara de jure.

Pengukuhan Megawati tidak menyelesaikan konflik internal sampai akhirnya diadakan kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Kemudian, pada 15 Juli 1996, rezim Soeharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. Lalu, pada 27 Juli 1996, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di kantor DPP PDI, Jakarta Pusat. Acara tersebut berakhir ricuh antara kubu Suryadi dengan kubu Megawati. tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau peristiwa Kudatuli.

0 Komentar