Refleksi Otonomi Daerah 2023 – Desentralisasi Politik (Bagian Kedua)

Refleksi Otonomi Daerah 2023 – Desentralisasi Politik (Bagian Kedua)
Ilustrasi peta Indonesia. Batas wilayah Indonesia secara astronomis adalah 6ºLU - 11ºLS dan 95ºBT - 141ºBT. Batas negara Indonesia juga bisa dibagi daratan, laut, dan udara.(SHUTTERSTOCK)
0 Komentar

Reminisensi Perubahan di 2023

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia reminisensi adalah tindakan mengenang atau hal berpikir dan bercerita tentang pengalaman dan kejadian masa lampau. Jika dikaitkan dengan kata perubahan maka boleh dikatakan bahwa reminisensi perubahan adalah tindakan untuk berpikir dan bercerita kejadian di masa lampau atau tepatnya kejadian di tahun 2023.

Idealisme Otonomi Daerah memiliki cita-cita luhur yaitu mensejahterakan rakyat dengan pembagian kewenangan yang adil dan berlandaskan hukum. Melihat Otonomi Daerah dari aspek desentralisasi administrasi ada dua kata kunci yaitu kewenangan dan kepastian hukum.

Kenyataannya seperti desentralisasi politik, fenomena arus balik sentralisasi terlihat melalui sejumlah perubahan hukum dan kebijakan yang terjadi di 2023.

Baca Juga:Hubungan Senyum dengan Pembelajaran yang MenyenangkanTips dan Trik Wawancara Kerja Agar Sukses Ala LP3I Cirebon

Refleksi tahun 2023 telah terjadi sentralisasi kewenangan dengan adanya beberapa kebijakan ataupun perubahan hukum , yang diawali pada bulan Maret 2023 yaitu penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

Jika ditelaah dalam Perppu Cipta Kerja memuat beberapa pasal yang berpotensi menjadi pasal karet karena redaksional yang membingungkan dan aturan yang tidak jelas, meskipun terjadi penolakan baik dari masyarakat maupun di dalam fraksi-fraksi yang duduk di Senayan.

Ada beberapa pasal-pasal kontroversi didalam Perppu Cipta Kerja yang sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja yaitu :

  1. Pasal  77 Ciptaker libur karyawan 1 hari dalam seminggu, di Undang Undang Ketenagakerjaan sebelumnya hak libur karyawan 2 hari dalam seminggu.
  2. Pasal 88D ayat (2) penetapan upah minimum mempertimbangkan beberapa variabel antara lain pertumbuhan ekonomi, laju inflasi dan indeks tertentu. Dan “indeks tertentu” tidak menyebutkan secara jelas angkanya atau rumusannya, sehingga ini menjadi blunder.Dan dari sisi lain yaitu pengusaha juga keberatan karena tidak adanya kepastian dan selalu menimbulkan kegaduhan.
  3. Pasal 81 butir 19 sampai dengan 21 tentang tenaga outsourcing yang tidak secara jelas disebutkan pekerjaan bidang apa saja yang diperkenankan menggunakan tenaga outsourcing.
  4. Pasal 156 ayat (1) pemberian pesangon 9 kali dari upah bulanan untuk masa kerja 8 tahun yang ditanggung pengusaha, tetapi karyawan yang terkena PHK akan mendapatkan haknya sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
  5. Pasal 153 ayat (1) pengusaha dapat memecat karyawan karena ada 10 alasan, pasal ini dianggap unsur subyektifitas sangat berperan, sehingga tidak melindungi karyawan.
0 Komentar