Refleksi Otonomi Daerah 2023 – Desentralisasi Fiskal dan Ekonomi (Tamat)

Refleksi Otonomi Daerah 2023 – Desentralisasi Fiskal dan Ekonomi (Tamat)
Ilustrasi: berdikarionline
0 Komentar

Dan direkomendasikan:

  1. Optimasi pemanfaatan potensi daerah untuk meningkatkan PAD;
  2. Pemberian insentif bagi masyarakakat yang taat pajak;
  3. Mengoptimalkan kiprah BUMD dan melakukan inovasi dalam Pembangunan daerah.

Berikutnya hasil analisa tindak lanjut UU HKPD: 

  1. Perda/Perwali yang diterbitkan belum mengikuti mandat UU HKPD (disatukan dalam satu Perda);
  2. Copy paste dengan UU HKPD soal ketentuan tarif untuk  ruang inovasi daerah minim;
  3. Belum mengaktifkan fungsi regulerend dalam mengatur ketentuan tarif sehingga berpotensi mengganggu iklim usaha/investasi di daerah.

KPPOD merekomendasikan:

  1. Pengaturan tarif dan mekanisme perpajakandiharapkan sejalan dengan upaya penguatan daya saing dan pembenahan ekosistem investasi di daerah;
  2. Daerah perlu memastikan penyusunan perda PDRD tidak bertentangandengan regulasi nasional;
  3. Pemberian sanksi bagi daerahyang terlambat menyusun regulasi turunan

Hasil analisa revisi Kemiskinan Ekstrim: 

Baca Juga:Pentingnya Sertifikasi MSDM untuk Meningkatkan Profesionalisme dan KarirKH. Ahmad Dahlan Tremas atau Termas 1862-1911 (Bagian Pertama)

  1. Idealnya layanan dasar (kesehatan, gizi, Listrik, sanitasi dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat) dan kesulitan akses pada sumber-sumber ekonomi.;
  2. Banyak bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah pusat dan daerah belum tepat sasaran dan belum mampu mereduksi maksimal penurunan kemiskinan ekstrem;
  3. Harga pangan/bahan pokok yang belum sepenuhnya terkendali turut memicu kemiskinan ekstrem

Direkomendasikan oleh KPPOD:

  1. Memberikan bantuan sosial dan pendampingan khusus kepada masyarakat di kantong-kantong kemiskinan;
  2. Perbaikanmetode koleksi data (daftar rumah tangga) rumah tangga miskin agar kebijakan pemerintah tepat sasaran (tata Kelola data kemiskinan);
  3. Pemerintah perlu penurunan beban pengeluaran dan peningkatan pendapatan harus dipastikan menyasar kelompok kemiskinan ekstrim.

Hasil analisa tentang Kebijakan Minuman Beralkohol: 

  1.  Banyak perda yang bertentangan dengan peraturan nasional dan bermasalah pada aspek yuridis, substansi dan prinsip;
  2. Pada tahap implementasi penerapan minol masih lemah dan belum efektif pelaksanaan di daerah(pembinaan dan pengawasan lemah);
  3. PP 7/2021  skala usaha minuman beralkohol digolongkan menengah dan besar yang berdampak negatif bagi penjual langsung dan pengecer terancam tidak bisa memperpanjang izin minuman beralkohol karena persyaratan skala usahanya sulit terpenuhi.

Yang direkomendasikan:

  1. Perlu harmonisasi kebijakandan penegakan hukum di tingkat pusat dan daerah. Perlu ada keserangaman terminologi yang dipakai dalam aturan minol, baik ditingkat pusat dan daerah;
  2. Pemerintah Pusat perlu mengimbau daerah untuk mencabut/merevisi Perda/Perkada Minol yang bertentangan dengan regulasi nasional;
  3. Pemerintah Pusat perlu menetapkan dan membuat instrumen monitoring dan evaluasi Perda/perkada dalam rangka mencapai tujuan regulasi minol.
0 Komentar