AKTIVIS 1998 Raharja Waluya Jati bersama dengan kawan-kawan aktivis lainnya memberi pesan kepada Joko Widodo atau Jokowi pada 2014. Pesan tersebut disampaikan dalam bentuk surat setelah Jokowi menjadi presiden terpilih. Dalam janji kampanyenya, Jokowi memang berjanji untuk menuntaskan kasus HAM penculikan aktivis 1998.
Kasus penculikan 21 aktivis pada 1998 itu hingga kini belum tuntas. Sembilan orang, termasuk Raharja Waluya Jati, Riza, Nezar Patria, Mugiyanto, dan Aan Rusdiyanto memang telah kembali. Tapi 13 orang lainnya termasuk Wiji Tukul, Herman Hendrawan, dan Suyat belum kembali hingga saat ini.
Oleh karena itu, Raharja bersama dengan mantan aktivis 1998 lainnya menuntut kejelasan kepada para aktor penculikan mengenai kabar keberadaan 13 orang yang masih hilang tersebut. Dalam surat tersebut, para aktivis itu mempercayakan penyelesaian kasus 13 aktivis yang hilang kepada Jokowi-Jusuf Kalla.
Baca Juga:Bakso So’un dan Mie Ayam Lodaya di BandungMakan Siang Sadis, Jenderal
“Kami menyematkan harapan di hati Anda berdua (Jokowi-JK) karena Anda berdua adalah jalan keluar dari penantian panjang penyelesaian masalah,” kata Raharja Waluya Jati, salah seorang mantan aktivis, saat membacakan surat terbuka di Hotel Cemara, Jakarta Pusat, Jumat, 4 Juli 2014.
Dalam surat itu para mantan aktivis itu juga menyatakan dukungannya terhadap Jokowi-Jusuf Kalla yang menurut mereka telah menunjukkan bukti penyelesaian masalah pelik di Indonesia. Saat itu kontetasi tandingannya adalah Prabowo-Hatta Rajasa.
Selain Raharja, surat itu diteken Faisol Riza, Mugiyanto, Nezar Patria, dan Aan Rusdianto. Menurut Faisol Riza, surat terbuka itu juga merupakan bentuk dukungan mereka kepada pasangan dari koalisi PDI Perjuangan tersebut. “Kami tak bisa mempercayakan penyelesaian kasus ini kepada salah satu aktor penculikan yang juga maju sebagai calon presiden,” kata Faisol tanpa mau menyebutkan nama capres yang dimaksud.
Dalam surat tersebut para mantan aktivis itu menyebut Jokowi-JK telah menunjukkan bukti-bukti penyelesaian masalah pelik di Indonesia. Karena itu, mantan aktivis 1998 tersebut menyatakan dukungannya kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 itu.
Surat tersebut menyertakan rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat pada 15 September 2009, yang meminta Presiden Indonesia untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc. Juga merekomendasikan kepada Presiden Indonesia serta segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait untuk melakukan pencarian terhadap 13 aktivis, yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang.