Pro Kontra Tabungan Perumahan Rakyat, Begini Ketum Apindo

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani. (Foto: IG/shintawidjajakamdani)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani. (Foto: IG/shintawidjajakamdani)
0 Komentar

RENCANA pemerintah memotong gaji pegawai negeri, swasta, BUMN, hingga TNI/Polri sebesar 3 persen untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai pro dan kontra.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani menilai bahwa rencana tersebut sebaiknya diarahkan untuk aparat sipil negara (ASN) dan TNI/Polri saja. Namun, tidak melibatkan sektor swasta.

“Kita sampaikan kepada Pemerintah, kalau memang mau menjalankan (iuran Tapera), ya sudah buat ASN, TNI/Polri silakan, tetapi buat swasta janganlah kita diharuskan untuk mengikuti,” ujar Shinta di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2024).

Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama

Menurut Shinta, program pembiayaan perumahan sudah ada dalam BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk Manfaat Layanan Tambahan (MLT). Dia pun mempertanyakan urgensi wajib iuran Tapera yang ditetapkan pemerintah.

“Buat apa kemudian ada tabungan (Tapera)? Ini tabungan bukan jaminan sosial. Jaminan sosial kita sudah ada. Buat apa ada duplikasi ini?,” jelas Shinta.

Shinta berpandangan sektor swasta tidak bermasalah jika program Tapera menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Namun, pihaknya tidak setuju apabila pekerja wajib membayar iuran Tapera karena MLT sudah tersedia dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk itu, Shinta melihat tidak ada perbedaan antara skema Tapera dengan MLT di BPJS Ketenagakerjaan. Dia menilai pemerintah sebaiknya memanfaat program itu saja.

“Kami melihat permasalahan yang dihadapi dengan PP 21 ini adalah sudah ada kan sebenarnya (program perumahan). Ini duplikasi karena di BPJS Ketenagakerjaan itu sudah ada, yang di JHT itu kan sekitar Rp 400 triliun, sepertiganya dipakai untuk layanan tambahan, itu untuk perumahan juga bisa. Ini sudah jalan programnya. Jadi harapan kami justru musti kita kembangkan, kita tingkatkan,” ujar Shinta.

Di samping itu, Shinta mengaku heran PP (Peraturan Pemerintah) 21 dikeluarkan secara mendadak. Pasalnya, pihaknya sudah memberi masukan dan bersurat kepada Presiden Jokowi soal Tapera. 

“Justru kalau revisi kita kaget kok mendadak keluar revisi ini? Kemudian kami sekarang akan menyampaikan lagi, kita berkoordinasi dengan pelaku usaha juga dengan para pekerja. Sikap kami semua sama. Serikat buruh semua punya sikap yang sama untuk tidak mendukung PP ini,” imbuhnya.

0 Komentar