Praktisi Hukum Minta Bangunan Tua di Salatiga Dilindungi dan Tidak Dirombak

Pengacara Tjandra Wdiyanta, SH (tengah) bersama mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Aura Widia Ka
Pengacara Tjandra Wdiyanta, SH (tengah) bersama mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Aura Widia Karnila (hitam) dan Evelyn Rasyida Swastika (biru) di kantor hukum Tjandra Widyanta, SH & Partners Jalan Osamaliki 29 Salatiga
0 Komentar

BENDA cagar budaya merupakan benda alami maupun buatan manusia yang memiliki keterikatan dengan sejarah dan budaya manusia.

Nah, di Kota Salatiga ada banyak benda cagar budaya yang keberadaannya dilindungi oleh undang-undang. Namun, hanya ada 11 cagar budaya yang disebutkan oleh Pemkot Salatiga melalui situs resminya di salatigakota.go.id.

Gedung tua bersejarah yang terletak di Alun-alun Kota Salatiga ini tampak lusuh mangkrak dan kurang terurus. Pada 17 Maret 1957, di rumah akuwu Kalicacing ini dilangsungkan penandatanganan perjanjian antara Sunan Pakubuwono III dengan Raden Mas Said yang disaksikan oleh Patih Suryanegara (selaku Wakil Sultan Hamengkubuwono I) dan wakil dari VOC Nicholas Harting (GUBERNUR Hindia Belanda wilayah timur). 

Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum

“Perlu untuk diketahui secara logis atau nalar bahwa sampai dengan abad ke 18 bangunan-bangunan rumah di Salatiga masih menggunakan rumah Joglo dengan atap daun rumbia dan damen. Jadi bangunan gedung seperti yang masih berdiri kokoh di tempat tersebut baru dimulai pada pertengahan abad ke 19. Orang-orang Belanda yang kaya baru berbondong-bondong untuk bertempat tinggal di Salatiga, setelah Salatiga ditempati oleh pasukan Artileri Gunung II (A II Bg) tahun 1808. Sebagian besar mereka bertempat tinggal di Tangsi/kampement A II Bg, karena merasa lebih aman,” tulis Lulut.

Sayangnya, keberadaan Gedung Pakuwon saat ini kurang mendapat perhatian yang memadai dari Pemerintah Kota Salatiga.

Sebagian besar bangunan bersejarah ini memiliki status kepemilikan perorangan, yang membuat pemeliharaannya menjadi sulit.

Meskipun memiliki status sebagai bangunan cagar budaya (BCB), kondisi Gedung Pakuwon memprihatinkan karena minimnya perawatan oleh pemiliknya.

Lalu, bangunan tua yang dibangun seorang arsitek Belanda bernama Johan Leonard Reuneker. Lebih dari separuh hidupnya dia tinggal di Salatiga dan menyimpan jejak seorang arsitek dan seniman wayang. 

Selama penelusuran di sejumlah rumah tua yang disebut sebagai rumah Reuneker, ironisnya memiliki reputasi sebagai rumah angker. Rumah tersebut berada di Jalan Pattimura. Rumah tua itu masih berdiri utuh, tetapi semak belukar serta rumput liar tumbuh tak beraturan di halamannya yang luas.

0 Komentar