PPATK Ungkap 24 Ribu Kasus Prostitusi Anak di Indonesia, Perputaran Nilai Rupiah Capai Rp127 Miliar

PPATK Ungkap 24 Ribu Kasus Prostitusi Anak di Indonesia, Perputaran Nilai Rupiah Capai Rp127 Miliar
Logo PPATK. ppatk.go.id
0 Komentar

PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap dugaan 24 ribu kasus prostitusi anak di Indonesia dengan perputaran nilai uang mencapai Rp127 miliar.

Kepala Biro Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan berdasar data interpol 2024 ada kaitan 69 negara yang terlibat dalam jejaring eksploitasi seksual anak.

“Dugaan prostitusi anak berjumlah sekitar 24 ribu anak di rentang usia 10-18 tahun dengan frekuensi transaksi mencapai 130 ribu kali dan nilai perputaran uang mencapai Rp127.371.000.000,” kata Natsir dalam keterangannya, Rabu (7/8).

Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya

Selain kasus prostitusi anak, Natsir menyebut data yang terhimpun di tahun 2024 juga mencatat ada sekitar 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan, dan 481 anak korban pornografi di Indonesia.

Hal itu salah satunya tercermin dari terbangunnya kerja sama antara PPATK dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman serta Perjanjian Kerja Sama di antara kedua lembaga untuk memerangi kejahatan seksual anak.

“Upaya PPATK memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak tidak hanya dituangkan dalam lingkup domestik, tetapi juga regional yang meliputi wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, hingga Pasifik,” ujarnya dikutip dari CNN Indonesia.

Natsir mengatakan dalam pertemuan tahunan Financial Intelligence Consultative Group (FICG) yang diselenggarakan di Melbourne, Australia, pada Mei 2024 lalu, delegasi PPATK mengajukan proposal penyusunan indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.

Gagasan itu menurutnya disetujui dan menjadi bagian dari project strategis FICG pada periode tahun 2024-2025.

Adapun FICG merupakan kelompok kerja yang menghimpun lembaga intelijen keuangan di wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, dan berperan krusial dalam upaya anti-pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, dan kejahatan keuangan terkait lainnya.(*)

0 Komentar