Polemik Jaminan Hari Tua

Polemik Jaminan Hari Tua
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.(https://jdih.kemnaker.go.id/)
0 Komentar

PERATURAN Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) saat ini menjadi isu yang sedang ramai dibahas di ruang publik. Perbincangan terutama terkait ketentuan program JHT baru bisa dicairkan setelah pekerja berusia 56 tahun.

Ketentuan ini memicu polemik dan penolakan oleh serikat pekerja hingga wakil rakyat. Bahkan ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja wilayah Jabodetabek siap menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu (16/2) ini untuk menuntut pencabutan Permenaker tersebut.

Filosofi JHT adalah untuk meng-cover ketika peserta JHT yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek memasuki masa tua atau pensiun. Program JHT dirancang untuk kepentingan jangka panjang pekerja guna menyiapkan para pekerja di usia yang sudah tidak produktif dan masih dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik.

Baca Juga:Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Divonis 3 Tahun 6 Bulan PenjaraCak Imin Bongkar Kondisi Terkini Hubungan NU dengan PKB

Sedangkan untuk kepentingan jangka pendek sudah terdapat beberapa program lain seperti yang terbaru, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), untuk membantu para pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Program JKP adalah perlindungan sosial baru sebagai amanat Undang- Undang Cipta Kerja. Manfaat JKP hanya dapat diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami PHK. Pekerja yang mengalami PHK berhak mendapatkan uang tunai sebesar 45% upah pada bulan ke-1 sampai ke-3 dan 25% upah pada bulan ke-4 hingga ke-6. Misalnya, jika rata-rata gaji pekerja bila mengalami PHK pada tahun ke-2 adalah Rp 5 juta, maka pekerja tersebut akan mendapatkan 45% dari Rp 5 juta yaitu Rp 2,25 juta dikali 3 bulan sehingga mendapatkan Rp 6,75 juta.

Selanjutnya, pekerja masih mendapat sebesar 25% dari upah di bulan ke-4 sampai ke-6 yaitu 25% dari Rp 5 juta atau sebesar Rp 1,25 juta dikali 3 sehingga mendapat Rp 3,75 juta. Sehingga dalam 6 bulan pekerja mendapatkan JKP senilai Rp 10,5 juta.

Sedangkan dengan mekanisme lama dari Permenaker No 19 tahun 2015, pekerja yang di-PHK mendapat JHT senilai 5,7% dari upah, misalnya Rp 5 juta yaitu Rp 285 ribu dikali 24 bulan maka totalnya menjadi Rp 6,84 juta. Jumlah tersebut masih ditambah dari 5% pengembangan selama 2 tahun yaitu Rp 355 ribu, artinya total mendapat Rp 7,19 juta.

0 Komentar