Polda Yogyakarta Terbitkan SP3 Meila Nurul Fajriah Pendamping Hukum 30 Korban Pelecehan Seksual

Meila Nurul Fajriah (kedua dari kiri), advokat YLBHI yang jadi tersangka UU ITE setelah mendampingi sejumlah k
Meila Nurul Fajriah (kedua dari kiri), advokat YLBHI yang jadi tersangka UU ITE setelah mendampingi sejumlah korban dugaan kekerasan seksual di UII Yogya pada 2020 silam. Foto: LBH Yogyakarta
0 Komentar

YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum atau YLBHI-LBH Yogyakarta menerima Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan atau SP3 dari Polda Yogyakarta terhadap Meila Nurul Fajriah, advokat LBH Yogyakarta, pada Selasa, 6 Agustus 2024. 

Sebelumnya, Meila ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik saat menjadi pendamping hukum 30 korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berinisial IM.

Pada 2020, sebagai tindak lanjut dari pelaporan yang dilakukan IM, Meila justru ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal dugaan pencemaran nama baik. Penetapan tersangka ini pada 24 Juni 2024.

Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya

Penetapan Meila sebagai tersangka memantik solidaritas dari berbagai kalangan masyarakat yang menyerukan pemberhentian kriminalisasi terhadap pendamping korban kekerasan seksual. Di Yogyakarta juga dibentuk Koalisi Tolak Kriminalisasi Pendamping Korban Kekerasan Seksual. 

“Solidaritas dan kerja keras kawan-kawan semua dalam memberikan dukungan terhadap pendamping korban terbukti membuahkan hasil sekaligus menegaskan kemenangan ini adalah kemenangan kita bersama,” tulis pengurus YLBHI dan LBH Yogyakarta dalam siaran pers, pada Selasa, 6 Agustus 2024. 

Dalam siaran pers tersebut juga dituliskan, “SP3 ini sekaligus kemenangan korban KS dan kemerdekaan korban untuk memilih saluran pelaporan dan jenis mekanisme pemulihan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi korban, sebagaimana dijamin dalam UU TPKS. Akhirnya diamini oleh Polda Yogyakarta.” 

Kendati demikian, pemberhentian penyidikan oleh Polda Yogyakarta tidak menutup ruang untuk adanya upaya pra peradilan. “Perjuangan belum berakhir, kita harus bersiap andai ada gugatan pra peradilan,” tulis LBH Yogyakarta. 

Selain itu, dalam siaran pers tersebut juga dituliskan bahwa solidaritas dan perjuangan keadilan bagi korban dan penyintas lainnya masih harus kita dorong bersama. “Hingga hari ini masih banyak pembela HAM yang berada dalam ancaman dan upaya kriminalisasi. Kita perlu menegaskan serangan dan kriminalisasi terhadap pendamping korban tidak terulang di kemudian hari,” kutip siaran pers tersebut. 

Terakhir, dalam siaran pers tersebut, pengurus YLBHI dan LBH Yogyakarta menyebutkan bahwa kemenangan ini menjadi dorongan keadilan bagi korban, penyintas, para pendamping, dan juga para pembela HAM lainnya yang menghadapi ancaman dan serangan.

0 Komentar