Pertaruhan Politik Kaum Santri Melawan Oligarki

Pertaruhan Politik Kaum Santri Melawan Oligarki
TSULIS AMIRUDDIN ZAHRI
0 Komentar

Politik berbasis kekuatan komunal yang dimiliki NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia mulai ditinggalkan. Kader NU yang punya akar kuat di bawah, punya reputasi yang baik untuk dapat menjadi anggota dewan, bupati/walikota/gubernur, sekarang mesti harus ditambah punya keuangan yang memadai, kalau bahasa anak muda sekarang disebut “financial freedom”, jika tidak, maka ia harus mengubur mimpinya jauh-jauh.

Apakah ini fakta yang menyakitkan? NU dan PKB sebagai dua kekuatan kultur keagamaan dan politik, ternyata sedang dalam ujian berat. Oligark sedang mengincar NU-PKB menjadi kuda troya untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Jika NU-PKB salah melangkah, selesai sudah pertaruhan kaum santri dalam politik kebangsaan.

Kaum santri akan kembali hanya jadi pendorong mobil mogok, kaum santri hanya akan jadi penonton di stadion sendiri, kaum santri hanya akan jadi kuli di negeri sendiri. Padahal NU dan PKB ini didirikan tujuan akhirnya adalah “capture the state” (mengatur negara). Mengatur berarti menjadi pemimpin, menjadi pemain, bukan penonton.

Baca Juga:Lowongan Kerja Lulusan SMA/SMK dari PT Industri Telekomunikasi IndonesiaSuzuki Ertiga Ludes Terbakar di Jalan Raya Pahlawan Seribu Serpong

Oleh karena itu, jangan berikan saham besar NU ini kepada orang lain. Jagalah bersama rumah yang besar tersebut seperti amanat Kiai Wahab Hasbullah; jangan sampai NU hanya menjadi domba-domba yang selalu jadi incaran srigala, akibat ketidakyakinan NU terhadap kekuatan sendiri.

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Staquf sendiri pernah menyitir Kredo Kiai Wahab bahwa “NU itu ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar biasa yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam, tetapi hanya gelugu alias batang kelapa sebagai meriam tiruan.”

Sudah semestinya Pemimpin NU dan PKB merenungkan kembali kredo ini. Ada upaya dari oligark untuk menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu akan kekuatan kadernya sendiri.

Pilihan melawan oligark hanya bisa dilakukan dengan satu hal, yakni kembali menerapkan nilai-nilai ideologi Pancasila pada sila ketiga; persatuan. Belajar dari pandangan Emil Durkheim bahwa NU-PKB bisa menjadi kekuatan besar yang tak terkalahkan apabila menerapkan solidaritas mekanik, yakni memunculkan kembali kesadaran kolektif dibandingkan memperdebatkan siapa yang lebih diuntungkan atas kolaborasi NU-PKB.

0 Komentar