Peringatan HUT RI, Bentuk Mental Pengemis

Permintaan sumbangan dalam rangka peringatan Hari Jadi Kemerdekaan kerap dikeluhkan warga karena mengganggu ar
Permintaan sumbangan dalam rangka peringatan Hari Jadi Kemerdekaan kerap dikeluhkan warga karena mengganggu arus lalu lintas.
0 Komentar

Padahal peringatan HUT RI adalah hari dimana merayakan kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan dan hal ini harusnya menjadi sebuah capaian yang membanggakan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jadi jelas bahwa kemerdekaan menjadi hal yang membanggakan untuk dirayakan dan tentunya dengan cara mengumpulkan dana dengan ide kreatif sesuai versi anak muda.

Tak sadarkah bahwa apa yang mereka lakukan memiliki dampak negatif. Jika ditelaah dari sisi psikologis, mental pengemis seringkali memicu masalah karena gemar meminta-minta adalah faktor mental, bukan faktor miskin atau kaya.

Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban

Buktinya, banyak orang yang hidupnya sederhana bahkan susah, namun tidak meminta-minta. Sebaliknya, banyak juga orang yang mampu bahkan dengan kekayaan melimpah malah gemar meminta-minta, bahkan menghalalkan segala cara.

Bahkan dalam ajaran Islam sebagai agama dominan di negara ini menjelaskan dalam HR Muslim bahwa Rasulullah SAW berpesan “Barang siapa meminta-minta kepada orang dengan maksud supaya apa yang dimilikinya menjadi banyak, maka sebenarnya orang itu meminta bara api”. Jadi jelas bahwa kemisikinan bukanlah sebuah aib, namun orang beriman diyakini mampu mengikis mental pengemis.

Dampak negatif lainnya, terlebih ketika melibatkan anak-anak dalam kegiatan penggalangan dana peringatan HUT RI adalah kemungkinan besar dapatsecara perlahan merusak mental generasi bangsa. 

Seperti yang diketahui bahwa anak adalah peniru yang ulung, jadi tidak menutup kemungkinan jika kelak mereka dihadapkan pada situasi yang sama, misalnya “membutuhkan dana” maka mereka akan turun ke jalan dan melakukan hal serupa.

Semakin diperparah ketika mereka membenarkan/mewajarkan tindakan “mengemis” ini, hingga bahkan menghilangkan esensi dari perayaan kemerdekaan yang sebenarnya diperoleh secara susah payah oleh para pejuang.

Semakin membahayakan ketika mereka sudah terbiasa melakukan hal tersebut, karena hal yang berkaitan dengan pola pikir dan kebiasaan perlu waktu untuk mengubahnya. (eko)

 

Penulis: Untung Eko Setyasari, Dosen Politeknik LP3I Kampus Tasikmalaya

 

0 Komentar