Peneliti CSIS: Mitra Global Indonesia Akui Status Indonesia Sebagai Kekuatan Menengah

Andrew W Mantong (Antara)
Andrew W Mantong (Antara)
0 Komentar

PENELITI Departemen Hubungan Internasional CSIS Andrew W Mantong menilai mitra global Indonesia telah mengakui status Indonesia sebagai kekuatan menengah yang konsisten melaksanakan prinsip kebijakan luar negeri bebas dan aktif.

Dalam diskusi “Peran Kekuatan Menengah dalam Multipolar” di Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024, Andrew mengatakan Indonesia yang selalu berupaya menjadi penengah antara kekuatan besar dan kekuatan kecil, penengah antara Timur dan Barat, belahan bumi selatan dan belahan bumi utara, itu semua merupakan bukti peran Indonesia sebagai negara kekuatan menengah.

“Tetapi mereka (mitra global Indonesia) juga mengakui bahwa ada beberapa batasan dalam kekuatan Indonesia sebagai kekuatan menengah,” tambah Andrew.

Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia

Indonesia bisa berkontribusi lebih aktif dalam mediasi dan dialog meski masih ada beberapa batasan signifikan dalam menyelesaikan konflik yang sebenarnya.

“Kita dapat pergi ke Ukraina. Kita dapat pergi ke Rusia. Namun, apakah konflik akan berakhir atau tidak, itu akan membutuhkan sumber daya lain,” ujar Andrew.

Andrew melanjutkan, meski Indonesia telah diakui mitra global sebagai negara kekuatan menengah, status tersebut tidak membuat Indonesia bisa lepas dari kritik. Salah satu kritik itu adalah Indonesia dianggap sedikit ambigu dalam hal kepemimpinan, khususnya selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, karena kebijakan luar negeri Indonesia dianggap lebih didorong kepentingan ekonomi dan tidak tertarik untuk memperluas ke peran lainnya.

Selain itu, Andrew juga mengatakan terkadang para mitra global kesulitan mengaitkan Indonesia dengan kemampuan khusus yang jelas seperti negara-negara menengah lainnya, sembari memberi contoh Australia atau Korea Selatan yang semakin aktif dan peduli dengan teknologi.

Dia juga menilai terkadang keberadaan Indonesia di tingkat global masih sangat bergantung pada kedudukan simbolis daripada mobilisasi sumber daya yang jelas, kontribusi keuangan atau bahkan fungsi keamanan sebagai penyedia barang publik global atau regional. Contohnya, ketika berbicara tentang kekuatan menengah, ada asumsi beberapa landasan normatif memiliki dampak dan beberapa platform multilateral tetap stabil.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, Andrew melanjutkan, nilai-nilai seperti apa yang ingin Indonesia andalkan pada tingkat global. Contohnya, apakah Indonesia masih akan mempromosikan diri sebagai negara demokratis di tingkat regional dan global atau tidak. (*)

0 Komentar