Pantura: Jalur Favorit Pemudik, Jalur Diplomasi Belanda dan Mataram Islam

Pantura: Jalur Favorit Pemudik, Jalur Diplomasi Belanda dan Mataram Islam
Kendaraan pemudik yang melintas di Jalur Pantura Kota Tegal masih didominasi sepeda motor. (Foto: Setyadi)
0 Komentar

MESKI pemerintah telah membangun jalan tol, namun Jalur Pantai Utara (Pantura) sepertinya tidak akan pernah sepi dari pemudik. Jalur ini selalu menjadi favorit dengan berbagai macam geliat warga yang tampak sepanjang jalan ini.

Jalur ini memang terus hidup sepanjang waktu. Geliat aktivitas warga tidak hanya terlihat dari hilir mudik kendaraan yang melintas, tetapi juga adanya warung, toko oleh-oleh, tempat makan, dan lainya yang ada di sepanjang jalur ini.

Istilah Pantai Utara Jawa Tengah pertama kali muncul dalam Majalah Indie dengan judul Een en Ander Over het Verkeerwezen in Noord-Midden Java (Satu dan Lain Hal tentang Pengangkutan di Pantai Utara Jawa Tengah) yang terbit pada April 1923.

Baca Juga:Mudik: Ada Sebelum Masa Majapahit, Terkikis di Masa Islam ke Tanah Jawa, Kembali Trend di Era 1970AS Melatih Warga Ukraina di Bekas Pangkalan Nazi Wehrmacht

Artikel ini dengan runtut menyajikan bahwa jalur transportasi Pantura yang berkembang pada abad 20, merupakan kelanjutan dari jalur transportasi pada masa-masa sebelumnya dengan perubahan arus utama transportasi darat.

“Jalan raya itu semula merupakan bagian dari jalan raya di pesisir utara Jawa yang merupakan bagian wilayah Kerajaan Mataram Islam,” tulis Endah Sri Hartatik dalam Dua Abad Jalan Pantura: Sejak Era Kerajaan Mataram Islam hingga Orde Baru.

Menurut Endah, Jalan Raya Pantura merupakan sarana mobilitas dan barang. Pada masa Mataram, jalan raya ini berfungsi untuk kepentingan konsolidasi kekuasaan antara wilayah pedalaman dan pesisir.

Jalan Raya Pantura ini juga sebagai media penghubung untuk diplomasi antara Mataram dengan utusan dalam dan luar negeri, seperti utusan VOC. Mataram juga berusaha mengontrol wilayah pesisir dengan menempatkan orang yang dipercayainya.

Karena itulah kunjungan wajib pada hari-hari pisowanan merupakan cara untuk mengontrol kesetiaan wilayah Pesisir tersebut. Dalam proses pengawasan ini sarana transportasi darat berupa jalan raya yang menghubungkan Mataram dengan pesisir diperlukan.

Jalan Raya Pantura juga menjadi sarana diplomasi antara orang Belanda dan Mataram. Hal ini terlihat dari cerita perjalanan Hendrick de Haen yang pada tahun 1621 menjadi duta VOC ke Mataram.

Diceritakan bahwa dia berangkat dari Batavia menuju Tegal menggunakan jalur laut. Sementara itu perjalanan dari Tegal menggunakan jalur darat. Dia menggunakan armada kuda untuk sampai ke Mataram.

0 Komentar