Pancasila sebagai Dasar Negara, Bukan Pilar

Pancasila sebagai Dasar Negara, Bukan Pilar
Koordinator Komunitas Pancasila Dasar Negara Bukan Pilar, Kangjeng Raden Aryo Panji Eri Ratmanto bersama Rektor UMY Prof Dr Ir Gunawan Budiyanto MP IPM di Kampus UMY, Jumat 11 November 2022.
0 Komentar

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tiga Tokoh Pencetus Pancasila

Sambil menunggu situasi politik membaik, pada 1 Maret 1945, Kumakichi Harada selaku Jenderal Dai Nippon yang membawahi Jawa mengumumkan akan dibentuk badan baru dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang dikenal dengan BPUPKI. Kendati sudah direncanakan sebulan sebelumnya, pada 29 April 1945 barulah BPUPKI diresmikan.

Sejak tanggal itulah, BPUPKI melakukan sidang maraton untuk merumuskan bentuk bangsa, hubungan agama dan negara, syarat kewarganegaraan, Undang-Undang Dasar (UUD) sementara Indonesia, hingga dasar negaranya. Rumusan dasar Pancasila ini lahir dalam tiga sidang BPUPKI, sejak 29 dan 31 Mei, serta 1 Juni 1945.

Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama

Pada 29 Mei 1945, Mohammad Yamin sebagai pembicara pertama menjelaskan mengenai “Azas dan Dasar Negara Indonesia Merdeka”. Isi pidato Mohammad Yamin ini berisi lima azas yaitu (1) Peri Kebangsaan; (2) Peri Kemanusiaan; (3) Peri Ketuhanan; (4) Peri Keraykyatan; dan (5) Kesejahteraan Rakyat.

Dua hari setelahnya, Soepomo menjelaskan mengenai tindak lanjut “Dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka” yang disampaikan Mohammad Yamin dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengajak peserta sidang untuk menetapkanstaatsidee yang akan dipakai, yang nantinya menentukan dasar negara Indonesia.

Tiga staatsidee yang ditawarkan Soepomo itu adalah (1) Aliran perorangan dari Hobbes; atau (2) Golongan kelas dari Marx; atau (3) Integralistik dari Spinoza. Soepomo condong ke staatsidee integralistik yang berlandaskan persatuan, yang nantinya menjadi perenungan Soekarno untuk menayampaikan pidato pamungkas BPUPKI yang dianggap sebagai momen lahirnya Pancasila.

Pada sidang terakhir BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 itulah, Bung Karno menyampaikan ihwal “Dasar Indonesia Merdeka” dan mengenalkan istilah Pancasila yang berisi lima azas dasar yaitu (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan; (3) Mufakat atau demokrasi; (4) Kesejahteraan sosial; dan (5) Ketuhanan yang Maha Esa.

“Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya,” kata Bung Karno dikutip dari Risalah BPUPKI (1995) terbitan Sekretariat Negara RI.

Selepas pidato tersebut dibentuklah panitia kecil yang dikenal dengan Panitia Delapan, yang kemudian berganti lagi menjadi Panitia Sembilan dengan komposisi anggota yang berbeda, terdiri dari Soekarno (Ketua), Moh. Yamin, K.H Wachid Hasyim, Moh. Hatta, K.H. Abdul Kahar Moezakir, Maramis, Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. (*)

0 Komentar